Jakarta, CNN Indonesia -- London School of Public Relations (LSPR) Jakarta menyatakan Buni Yani yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penghasutan terkait suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) telah mengundurkan diri sebagai dosen di kampus tersebut.
Pembantu Umum Ketua I LSPR-Jakarta DR Andre Ikhsano menjelaskan, LSPR telah menerima pengajuan surat pengunduran diri Buni Yani tanggal 8 Oktober 2016 lalu. Hal tersebut menjadi dasar LSPR untuk kemudian memberhentikan Buni Yani.
"Tanggal 8 Oktober 2016 LSPR telah menyetujui surat yang diajukan. Berdasarkan surat persetujuan tersebut, bapak Buni Yani telah dinyatakan berhenti dari LSPR-Jakarta," tulis Andre seperti dilansir dari
detikcom, Rabu (23/11/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, LSPR-Jakarta juga telah menyampaikan pernyataan sikap melalui akun resmi Facebook pada 11 Oktober 2016 lalu. Saat itu ditegaskan, LSPR sebagai institusi pendidikan bebas dari aktivitas politik praktis. Adapun pernyataan Buni Yani yang kemudian menyeretnya jadi tersangka itu bersifat pribadi, dan tidak ada kaitannya dengan LSPR.
Saat itu, tim Corporate Reputation Department LSPR-Jakarta menyatakan, sebagai insitusi pendidikan bersifat bebas dari aktivitas politik praktis. Sementara pernyataan Buni Yani murni merupakan pernyataan yang bersifat pribadi.
“Bapak Buni Yani sudah berstatus Non Aktif di LSPR-Jakarta,” jelas keterangan tersebut
Selain itu, LSPR-Jakarta juga berharap pesta demokrasi pemilukada DKI dapat berjalan dengan baik dan mengedepankan semangat kekeluargaan dan kebersamaan.
Buni Yani menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada hari ini sejak 10.30 WIB hingga 19.30 WIB. Lewat pemeriksaan saksi ini, polisi menyimpulkan Buni Yani diduga melakukan pencemaran nama baik dan penghasutan yang terkait isu suku, agama, ras, dan antargolongan.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan konstruksi hukum dan pengumpulan alat bukti dari penyidik. Dengan bukti permulaan cukup, yang bersangkutan, BY kami naikkan status jadi tersangka," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono di Kantor Polda Metro Jaya, Jakarta (23/11).
Menurut Awi, Buni melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dengan sengaja atau tanpa hak menyebarkan informasi menyesatkan.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".
Sedangkan, Pasal 45 ayat 2 UU ITE menjelaskan, "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
(gir)