Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mattalitti dituntut enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidier enam bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (30/11).
La Nyalla didakwa merugikan negara dengan memperkaya diri sendiri sebesar Rp1,105 miliar. Ia melakukan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan membeli 12 juta lebih lembar saham senilai Rp5,35 miliar.
"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama seperti dakwaan subsidier," ujar jaksa Didik Farkhan saat membacakan tuntutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
La Nyalla dituntut dengan dakwaan subsidier pasal 3 juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP juncto pasal 65 KUHP.
Ia dianggap terbukti menyalahgunakan wewenang dengan mengembalikan dana hibah menggunakan bukti kuitansi yang seolah-olah dibuat tahun 2012. Padahal meterai yang digunakan dalam bukti tersebut adalah cetakan tahun 2015. Hal itu diduga untuk menutupi kesengajaan penyalahgunaan dana hibah Kadin Jawa Timur.
Dana hibah itu, lanjut jaksa Didik, mestinya digunakan sesuai proposal untuk program akselerasi antarpulau, penguatan kegiatan UMKM, dan pengembangan pusat bisnis di Jawa Timur. Pemberian dana hibah tahun 2012 itu juga tidak tercatat dalam buku kas Kadin Jawa Timur dan tidak disimpan dalam brankas.
Jaksa Didik juga menuturkan, La Nyalla dianggap tak memenuhi unsur dalam dakwaan primer pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) KUHP juncto pasal 65 KUHP. Oleh karena itu, JPU menuntut majelis hakim membebaskan La Nyalla dari dakwaan tersebut.
"Menuntut majelis hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan primer," kata jaksa Didik.
JPU juga mengacu pada keputusan majelis hakim terdahulu terhadap dua terdakwa kasus serupa, yakni Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Timur Bidang ESDM, Nelson Sembiring dan Wakil Ketua Umum Bidang Akselerasi Perdagangan AntarPulau Kadin Jawa Timur, Diar Kusuma Putra. Dalam putusannya, kedua terdakwa dinyatakan terbukti melanggar pasal 3 dalam UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
JPU menuntut pidana tambahan bagi La Nyalla untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,105 miliar pada negara. Apabila uang pengganti itu tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka harta benda La Nyalla dapat disita jaksa dan dilelang.
"Jika hasil sita harta masih tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara tiga tahun enam bulan," ucap jaksa Didik.
Selain merugikan negara, JPU juga mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan tuntutan. Di antaranya yakni La Nyalla pernah melarikan diri ke Singapura hingga dideportasi ke Indonesia, kemudian enggan memberikan keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan tidak mau membubuhkan tanda tangan sebagai tersangka. Sementara hal yang meringankan adalah La Nyalla belum pernah dihukum.
Atas tuntutan tersebut, La Nyalla menyatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada persidangan 7 Desember mendatang.
Ditemui usai persidangan, La Nyalla menanggapi santai tuntutan tersebut. Ia menilai banyak pertimbangan dari JPU yang tidak sesuai dengan fakta persidangan. Termasuk soal dana hibah yang telah ia kembalikan secara bertahap. Namun JPU menganggap pengembalian dana tersebut tidak sah karena dilakukan dengan tanggal mundur dan baru dibuat dengan bukti meterai tahun 2014.
"Masalah pengembalian uang sudah jelas, meterai juga sudah jelas. Tapi nanti akan kami sampaikan di pledoi saja," ucap La Nyalla.
Penggunaan dana hibah diterima La Nyalla terkait proposal yang diajukan ke Jawa Timur untuk memperkuat ekonomi kawasan tersebut. Setelah disetujui, ia menggunakan dana itu dalam sejumlah tahapan pada 2011—2014 dengan total Rp48 miliar.
Pada Juli 2012, ia menandatangani bilyet giro berisi perintah pembayaran dari Rekening Giro atas nama Kadin Jawa Timur ke rekening pribadi La Nyalla senilai Rp5,35 miliar. Ia pun membeli 12.340.500 lembar saham Bank Jawa Timur dengan nilai per lembar Rp430.
La Nyalla kemudian menjual saham itu kembali pada April 2013 dan Februari 2015 dengan masing-masing harga per lembar adalah Rp510; Rp550; Rp545; dan Rp540. Jumlah nominal yang diterima La Nyalla saat itu adalah Rp6,41 miliar. Ia diduga memperkaya diri sendiri sebesar Rp1,10 miliar dengan menggunakan dana hibah Kadin yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
(rdk)