Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka dugaan penyebaran kebencian suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) Buni Yani akan mendaftarkan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin pagi ini (5/12).
Pengacara Buni, Aldwin Rahadian, mengatakan ada sejumlah hal janggal dalam prosedur penetapan tersangka yang dilakukan polisi terhadap kliennya. “Penetapan tersangka tidak sesuai KUHAP,” kata Aldwin kepada CNNIndonesia.com, Minggu (4/12).
Buni disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dengan sengaja atau tanpa hak menyebarkan informasi menyesatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 28 ayat 2 UU ITE berbunyi, setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.
Pasal 45 ayat 2 UU ITE menjelaskan, setiap orang yang memenuhi unsur dalam Pasal 28 ayat 1 atau ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Buni dijadikan tersangka setelah mengunggah video pernyataan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama ke akun Facebooknya, 6 Oktober lalu. Pernyataan Ahok-sapaan Basuki—itu lantas menjadi ramai dan memunculkan pro kontra di publik lantaran menyinggung Surat Al Maidah ayat 51.
Buni memberi judul pada video yang dia unggah itu 'PENISTAAN TERHADAP AGAMA?' Judul tersebut menjadi salah satu dari tiga kalimat yang dijadikan alasan bagi polisi untuk menetapkan mantan dosen London School of Public Relation (LSPR) itu sebagai tersangka.
Kalimat kedua, “Bapak-ibu [pemilih Muslim]... dibohongi Surat Al Maidah 51"... [dan] "masuk neraka [juga Bapak-Ibu] dibodohi.”
Ketiga, "Keliatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini.”
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono mengatakan, motif Buni adalah untuk mencari teman diksusi di jejaring media sosialnya.
"Yang bersangkutan ingin mengajak diskusi ke netizen (internet citizen) dan sengaja mem-posting itu" kata Awi, 24 November lalu.
Menurut Awi, kesalahan Buni adalah menambahkan kalimat yang tidak ada di dalam video. Hal itulah yang disebut menimbulkan rasa permusuhan dan kebencian berdasarkan SARA di tengah masyarakat.
"Ini bukan pendapat penyidik, tapi dari ahli bahasa, teknologi informasi dan ahli sosiologi, ini kami tanyakan kata per kata, apa ada pengaruhnya ke masyarakat kata-kata ini," tutur Awi.
(rdk)