Di Balik Aksi Penusukan Sabu Raijua hingga Bantul

Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Kamis, 15 Des 2016 09:43 WIB
Penusukan di tiga lokasi dalam pekan ini membuat spekulasi tentang aksi pidana tersebut. Kepolisian menyebutkan tiga peristiwa itu tak saling berhubungan.
Ilustrasi. (Thinkstock/Nantapok)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pria macam Irwansyah bisa jadi ingin mengubah nasibnya ketika datang ke Nusa Tenggara Timur (NTT) pada November lalu. Dia memutuskan untuk menjadi pedagang keliling, meninggalkan tempat kelahirannya di Bekasi, Jawa Barat.

Tetapi, nasib bicara lain.

Irwansyah justru terlibat dugaan penusukan tujuh pelajar SD Negeri 1 Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua pada pekan ini. Dia diduga melakukan penganiayaan itu dengan menuju ruangan kelas V dan kelas VI—dan akhirnya menusuk tujuh pelajar itu dengan senjata tajam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pelaku langsung menarik salah seorang siswa,” kata Wakil Kepala Kepolisian Resor Kupang Komisaris Sriyati pada pekan ini. “Pelaku langsung ditangkap setelah siswa jadi korban.”

Dan ruang tahanan Polsek Sabu Barat, akhirnya menjadi tempat peristirahatan terakhir pria tersebut. Ketika ditahan, sebagian warga yang marah justu bisa menyelinap masuk ke ruang tahanan dan membunuh Irwansyah.

Penusukan itu tak hanya terjadi di NTT.

Di Bandung dan Yogyakarta, dugaan penganiayaan terjadi pula. Di Bandung ada delapan orang yang jadi korban, sedangkan di Bantul, Yogyakarta ada kelompok bercadar, menyerang rombongan remaja.

“Pelaku melakukan penusukan secara tiba-tiba dan acak kepada orang yang tak dikenal,” kata Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Yusri Yunus.

“Pelaku yang ditangkap juga masih berstatus sebagai pelajar. Usianya 16 dan 17 tahun," kata Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Anggaito Hadi Prabowo.

Bukan Peristiwa Biasa

Penusukan ini mungkin saja tak bisa dipandang sebagai peristiwa biasa.

Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menilai, aksi penusukan yang terjadi bisa menjurus ke tindakan terorisme.

"Kemungkinan indikasi teror, karena membuat takut dan terjadi di beberapa tempat, jika tidak dianalisis secara mendalam, kemungkinan bisa lebih bahaya," ujarnya.

Dia memaparkan bentuk teror saat ini sudah ada perubahan. Teror, tidak harus dengan bom atau senjata api namun bisa juga berupa pembunuhan.

Dia mendesak agar polisi mendalami penusukan itu perlu ditelusuri lebih dalam oleh pihak kepolisian. Meskipun pelaku mengalami gangguan kejiwaan , polisi harus bisa menelusurinya dari orang terdekat pelaku.

"Polisi tidak boleh puas dengan pengakuan yang bersangkutan tapi harus mencari sumber lain yang kenal langsung dengan pelaku dan mencari sesungguhnya yang dilakukan pelaku," ucapnya.
Ilustrasi penikaman.Ilustrasi penikaman. (Thinkstock/Stevanovicigor)


Di sisi lain, Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono menilai kejadian itu sebagai kenakalan remaja yang menyerap informasi terlalu banyak melalui sosial media.

Tak hanya itu, dia juga menolak bahwa aksi kekerasan di tiga tempat itu tak berhubungan.

“Enggak ada. Kebetulan saja di Bandung juga ada,” katanya.

Hal yang sama pun disampaikan oleh Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul. "Tidak ada pola yang sama dan mereka tak saling kenal," katanya.

Tetapi Bambang menyodorkan peristiwa lain. Dia mengacu pada contoh serangan yang marak terjadi di luar Indonesia.

Bambang mencontohkan, penyanderaan di sebuah SMP di Beslan, Republik Ossetia Timur pada 2004. Tragedi itu menewaskan 334 siswa dalam waktu dua hari. Sebanyak 186 di antaranya masih berusia anak-anak.

Penyanderaan di Rusia itu, Bambang menambahkan, murni sebagai bentuk tindakan teror.

"Karena ini termasuk berbahaya, perlu menjadi perhatian serius buat kepolisian,” katanya.

Irwansyah, pria asal Bekasi yang tewas di NTT, mungkin lagi tak bisa disidik kepolisian. Tetapi, aksi nekat yang dilakukannya, tentu dapat menjadi lonceng peringatan bagi aparat hukum di masa mendatang. (asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER