Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pihaknya tak bisa langsung membubarkan organisasi masyarakat (ormas) yang dianggap meresahkan keamanan masyarakat.
Keresahan ini muncul setelah terdapat ormas yang melakukan
sweeping atau razia atribut Natal di pusat perbelanjaan. Menurut Tjahjo, ada sejumlah tahapan yang harus dilalui jika ingin membubarkan ormas.
"Membubarkan ormas itu tidak mudah, ada prosesnya. Kami tidak bisa langsung berhentikan. Sama kayak teroris, kalau belum meledak ya enggak bisa ditangkap," ujar Tjahjo di Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (19/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tjahjo berkata, penindakan terhadap ormas yang meresahkan keamanan masyarakat mesti melalui peringatan terlebih dulu. Setelah itu pihak Kementerian Dalam Negeri akan meminta pemerintah daerah (pemda) setempat untuk mengecek apakah ormas tersebut resmi atau tidak.
Selain pemda setempat, lanjut Tjahjo, penindakan ormas juga menjadi kewenangan pihak terkait seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun kepolisian.
Jika ada ormas dalam konteks aliran sesat, maka MUI berwenang menindak ormas tersebut. Namun, kata dia, jika ormas menganggu ketertiban maka menjadi kewenangan pihak kepolisian.
"Peringatan dulu baru diproses. Itu jadi tugas dan tanggung jawab pemda setempat, termasuk kapolres dan kejaksaan," katanya.
Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian juga telah meminta jajarannya menindak tegas ormas yang menggelar razia atribut Natal.
MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tanggal 14 Desember 2016 tentang hukum menggunakan atribut nonmuslim. Fatwa itu meminta kepada pengelola mal, hotel, tempat rekreasi, restoran dan perusahaan agar tidak memaksakan karyawan atau karyawati beragama muslim menggunakan atribut nonmuslim.
Atribut nonmuslim yang dimaksud adalah topi Sinterklas dan benda yang biasa digunakan saat perayaan Natal. Dalam fatwa tersebut MUI menegaskan bahwa hal itu bersifat haram.
Sementara itu, panglima Laskar Pembela Islam (LPI) Maman Suryadi menepis pihaknya telah melakukan razia penertiban terkait penggunaan atribut Natal di sejumlah mal di Indonesia.
LPI merupakan kelompok 'sayap juang' internal Front Pembela Islam. Kelompok paramiliter dari organisasi itu dikenal kerap melakukan penertiban terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap maksiat atau bertentangan dengan syariat Islam terutama pada bulan Ramadan.
Maman berkeberatan tindakan yang dilakukan oleh kelompoknya disebut sebagai razia menjelang Natal. Menurutnya, aksi yang dilakukan oleh LPI merupakan sosialisasi dari fatwa Majelis Ulama Indonesia yang melarang penggunaan atribut Natal.
(yul)