Mengawal Independensi Hakim Pengadil Ahok

M Andika Putra | CNN Indonesia
Selasa, 20 Des 2016 08:30 WIB
Kedatangan massa dalam jumlah besar di luar gedung sidang dikhawatirkan bisa mempengaruhi independensi majelis hakim dalam memutus kasus Ahok.
Majelis Hakim pada persidangan terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama di Pengadilan Negari Jakarta Utara, Selasa, 3 Desember 2016. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada hari ini (20/12) menggelar sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sejak sidang pertama Selasa pekan lalu (13/12), pengadilan terhadap Ahok telah menyedot perhatian publik.

Perhatian terbesar datang dari Front Pembela Islam (FPI). Dengan dalih ingin mengawal sidang, FPI kala sidang pertama mengerahkan ratusan orang ke lokasi persidangan. Di luar gedung mereka melakukan orasi sepanjang proses peradilan berlangsung. Tujuannya hanya satu, Ahok ditangkap dan dinyatakan bersalah.

FPI menyatakan bakal kembali melakukan pengawalan pada sidang hari ini. Anggota tim advokat GNPF MUI yang juga Sekretaris Jenderal DPD FPI DKI Jakarta, Novel Bamukmin menyatakan bakal mengerahkan massa untuk mengawal sidang kedua Ahok. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya yang pasti setiap sidang enggak ada yang lolos satu pun dari pemantauan, pengawalan dan pengawasan kita. Seluruhnya, sidang berkaitan dengan FPI kita enggak pernah lolos," kata Novel kemarin malam.

Novel menjelaskan pengawalan sidang tidak akan jauh berbeda dengan minggu lalu. Mobil orasi dengan pengeras suara akan terparkir di depan gedung. Pengawalan yang dibarengi dengan orasi menuntut Ahok dipenjara, bagaimanapun, dianggap bisa mempengaruhi kinerja hakim dalam memutus perkara.

Hal inilah yang dikhawatirkan oleh peneliti Institute Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus A. T. Napitupulu. Di satu sisi ia menilai pengawalan sidang dari kelompok massa tertentu merupakan hal yang biasa. 

Erasmus mengibaratkan Pengadilan Negeri bak kuil tempat orang mencari dan meminta keadilan.  Siapapun diperbolehkan datang ke kuil itu. "Tapi masuk ke rumah ibadah kan ada aturannya," kata Erasmus saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin malam (20/12).

Bagi Erasmus, pengawalan sidang dari kelompok massa tertentu merupakan konsekuensi sebuah negara demokrasi. Meski demikian, ia mengingatkan pentingnya hakim menjaga independensi di tengah orasi atau bahkan intimidasi dari pihak-pihak yang mengusung agenda tertentu. 

Menurut Erasmus, 'pengawalan' sidang Ahok selama ini berjalan dengan baik. Tak ada intimidasi, ancaman atau pun anarki.

Massa dari FPI hanya berorasi sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Meski demikian, di sisi lain, Erasmus tak menutup kemungkinan ada intimidasi dari pihak lain yang dilakukan secara terselubung.

"Yang bahaya adalah terintimidasi tapi takut untuk ngomong begitu kan. Ini yang bahaya, Maka dari itu saya rasa keamanan hakim juga harus dijamin oleh kepolisian dalam hal ini," kata Erasmus.

Pasal 156 KUHP

Selain independensi hakim, Erasmus juga menyoroti Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama yang digunakan untuk menjerat Ahok, dengan dakwaan alternatif Pasal 156a KUHP.

Berdasarkan pengamatan lembaganya, kata Erasmus, mayoritas terdakwa yang dijerat dengan Pasal 156a KUHP berakhir dengan vonis bersalah.

"Cenderung 156a selalu terbukti meskipun rumusannya, kalau boleh jujur, membingungkan dan agak aneh," kata Erasmus.
Menguji Independensi Hakim Pengadil Ahok
Suasana di luar Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada sidang perdana tersangka kasus penistaan agama, Selasa, 12 Desember 2016. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Fenomena tersebut, menurut Erasmus, karena Pasal 156a begitu elastis atau biasa disebut sebagai "pasal karet". Ia menjelaskan ini merupakan salah satu pasal paling kontroversial lantaran banyak mendapat kritik internasional.

Ia juga mengatakan bahwa pasal-pasal yang membahas penghinaan agama seperti Pasal 156a KUHP cenderung menarik perhatian publik sehingga berpeluang mempengaruhi putusan hakim.

Dengan kata lain, sorotan masyarakat luas serta pengawalan dari GNPF MUI dan FPI pada hari ini akan menjadi ujian bagi majelis hakim untuk menjaga independensinya. 

"Tapi harapan kami hakim jangan terganggu dengan konteks itu, hakim fokus saja pada permasalahan menggali kebenaran materil. Yang paling penting sebenarnya melihat konteks kasus 156a ini apa," kata Erasmus. (wis/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER