Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa narapidana kasus korupsi yang beragama kristen tak mendapatkan remisi atau pengurangan masa tahanan pada Natal 2016. Mereka di antaranya OC Kaligis, Robert Tantular, dan Anggoro Widjoyo.
“Alasan tidak dapat remisi mereka belum mendapatkan
justice collaborator (JC) sebagaimana yang dipersyaratkan dalam PP 99 tahun 2012,” kata Kepala Bagian Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Akbar Hadi dalam siaran pers yang diterima CNNINdonesia.com, Minggu (25/12).
Peraturan Pemerintah 99 Tahun 2012 tentang Tata Cara pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan itu mengatur pemberian remisi menjadi lebih ketat. Aturan ini berlaku bagi narapidana kasus korupsi, terorisme, narkotika, HAM berat, kejahatan terhadap keamanan negara, serta kejahatan transnasional.
Bagi para narapidana kasus korupsi, remisi dapat diberikan bila menjadi j
ustice collaborator atau kesediaan para narapidana bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar jaringan yang terlibat dalam kasusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
OC Kaligis mendapat hukuman 10 tahun di tingkat kasasi atas dakwaan menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura. Uang tersebut didapat Kaligis dari istri Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti, yang ingin membebaskan suaminya dari penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Sementara itu, Robert Tantular mendapat tambahan hukuman dari Mahkamah Agung total menjadi 21 tahun penjara. Robert didakwa beberapa dakwaan seperti penyimpangan dana Bank Century, kasus bailout Bank Century dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Adapun Anggoro Widjojo adalah terpidana kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan yang mendapat hukuman 10 tahun di tingkat kasasi.
Selain narapidana korupsi, narapidana dengan pidana seumur hidup pun tak mendapatkan remisi, seperti halnya Adrian Woworuntu. Adrian merupakan otak pembobol Bank Negara Indonesia Cabang Kebayoran Baru Jakarta senilai Rp1,2 triliun.
(yul)