Jakarta, CNN Indonesia -- Tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama menyatakan kecewa atas putusan majelis hakim yang akan melanjutkan sidang kasus dugaan penistaan agama. Meski demikian, mereka tetap menghargai putusan tersebut.
"Tentu kami kecewa karena harapan kami hakim mengabulkan eksepsi. Tapi kami hormati putusan pengadilan," ujar salah satu kuasa hukum Ahok, Tri Moeljadi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (27/12).
Tri menyatakan timnya siap melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi pada 3 Januari mendatang. Ia menyebutkan ada sekitar 10 orang saksi dari pihaknya yang akan dihadirkan dalam persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada sekitar 10 orang dari kami. Nanti tunggu dari penuntut umum dulu," katanya.
Di pihak lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono menyampaikan, sekitar 20 orang saksi akan memberikan keterangan dalam sidang kasus dugaan penistaan agama. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari saksi yang memberatkan dan meringankan bagi Ahok.
"Kalau di berkas perkara ada 20 lebih saksi dari kedua pihak," tutur Ali.
Jumlah itu, kata Ali, belum termasuk saksi ahli yang juga akan dihadirkan dalam persidangan. Namun ia enggan merinci ahli apa saja yang nantinya akan memberikan keterangan.
"Ada sekitar lima sampai enam orang saksi dulu yang dihadirkan pekan depan. Nanti akan kami koordinasikan lagi dengan tim jaksa siapa saja saksi ini," ucapnya.
Ali juga mengapresiasi keputusan majelis hakim yang telah menolak eksepsi atau nota keberatan Ahok dan tim kuasa hukum. Sejak proses pelimpahan berkas perkara, ia yakin perkara ini akan dilanjutkan.
"Intinya apa yang kami sampaikan itu diterima hakim. Kami ucapkan terima kasih dan apresiasi," tuturnya.
Dakwaan Jaksa Dianggap SahMajelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan bahwa berkas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Basuki Tjahaja Purnama telah sah sehingga sidang dapat dilanjutkan dengan proses pemeriksaan saksi. Ahok, sapaan Basuki, merupakan terdakwa kasus dugaan penistaan agama.
Hal ini sekaligus menolak eksepsi atau nota keberatan Ahok dan tim kuasa hukum yang menyatakan bahwa surat dakwaan JPU harus dibatalkan karena tidak mencantumkan secara jelas dan lengkap soal sangkaan pada Ahok beserta akibatnya.
"Surat dakwaan penuntut umum harus dinyatakan sah sebagai dasar pemeriksaan terdakwa di persidangan," ujar anggota majelis hakim dalam sidang putusan sela.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan surat dakwaan JPU telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap.
Surat dakwaan tersebut telah memuat secara lengkap nama terdakwa, tempat tanggal lahir, tempat tinggal, kebangsaan, agama, dan pekerjaan. Selain itu JPU juga dianggap telah menguraikan secara jelas dan lengkap dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.
"Penuntut umum telah menguraikan dakwaan secara jelas dan lengkap mengenai
locus delicti dan tompus delicti," kata anggota majelis hakim.
Majelis hakim juga menolak poin keberatan tim kuasa hukum yang menyatakan bahwa pasal 156 huruf a yang didakwakan pada Ahok termasuk dalam delik materiil. Artinya, dalam tindakan dugaan penistaan agama mestinya disertai dengan ketentuan pasal 156 huruf b KUHP yang menjelaskan akibatnya.
Menanggapi itu, dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan bahwa pasal 156 huruf a termasuk dalam delik formal yang tidak perlu ada akibatnya.
Majelis hakim merujuk pada keterangan ahli hukum pidana, Edward Os Hiariej. Dalam salah satu bukunya yang dikutip, Edward menjelaskan bahwa perbedaan delik formal dan materiil tidak lepas dari istilah perbuatan itu sendiri.
"Delik formal menitikberatkan pada tindakan, sementara delik materiil pada akibat," ucap anggota majelis hakim.
Oleh karena itu, majelis hakim menilai pasal 156 huruf a yang didakwakan adalah delik formal dan dapat didakwakan sendiri tanpa digabung dengan pasal 156 huruf b.
"Keberatan penasihat hukum tidak berdasar dan tidak dapat diterima," ucapnya.
(pmg/gil)