Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengklarifikasi penilaian publik soal rapor merah kinerja lembaga tinggi negara itu sepanjang 2016.
Ketua MK Arief Hidayat menganggap lembaga peneliti Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) telah keliru menjabarkan riset mereka atas penilaian terhadap kinerja MK.
Menurut Arief, Kode Inisiatif menerapkan hitung-hitungan yang tidak tepat dalam penelitian mereka soal penurunan jumlah putusan, waktu penanganan sengketa yang semakin lama, dan tingkat kehadiran hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arief menyebut Kode Inisiatif menilai kinerja MK dalam kurun 12 bulan. Padahal, kata dia, selama 2016 MK hanya memiliki waktu efektif dalam perkara pengujian undang-undang selama tujuh bulan, yakni selama Juni-Desember.
"Dalam kurun tujuh bulan itu MK berhasil memutus 96 perkara pengujian undang-undang," kata Arief dalam konferensi pers Akhir Tahun MK di Jakarta, Kamis (29/12).
Sementara dalam kurun Januari-Mei 2016, kata Arief, MK tidak menangani perkara pengujian UU karena lebih fokus pada penanganan perkara Pilkada. Ada 151 perkara Pilkada yang masuk ke MK dan dituntaskan dalam 45 hari.
"Sebenarnya bila dibandingkan 2015, kinerja MK lebih baik pada 2016, khususnya dalam pengujian UU," kata Arief.
Kode Inisiatif sebelumnya memberikan rapor merah terhadap kinerja MK dengan berbasiskan pada penilaian mengenai tiga poin, yakni penurunan jumlah putusan, waktu penanganan sengketa yang semakin lama, dan tingkat kehadiran hakim
Kode Inisiatif memaparkan MK biasanya rata-rata dalam satu pengujian undang-undang itu memutus dalam waktu 6,5 bulan. Namun pada tahun 2016 rata-rata 10 bulan.
Selain itu, Kode Inisiatif mencatat pada 2015 MK mampu menuntaskan 72 persen beban perkara, sementara tahun 2016 MK hanya menyelesaikan 50 persen saja.
(gil)