Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia khusus Rancangan Undang-undang (RUU) Penyelenggara Pemilu berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Rabu (14/12) sore.
Pertemuan ini membahas sejumlah putusan MK yang menyangkut pelaksanaan pemilu serentak sebagai bahan masukan penyusunan RUU Penyelenggara Pemilu di DPR.
Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto yang hadir dalam pertemuan mengatakan, pihaknya sengaja berkonsultasi agar proses penyusunan RUU ini bisa sejalan dengan perkara yang pernah diputus MK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam proses pemilu selama ini kan sudah banyak putusan MK yang dibuat. Hal itu yang kami konfirmasi agar penyusunan RUU ini sejalan dan maknanya sama dengan putusan MK," tuturnya.
Sementara itu Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, salah satu poin yang dibahas adalah soal jangka waktu pengajuan sengketa pemilu di MK. Arief menyebutkan, terdapat perbedaan jangka waktu dalam penyelesaian sengketa pemilihan presiden (pilpres) selama 15 hari dengan pemilihan legislatif (pileg) selama 30 hari.
"Tadi kami bahas kalau pilkada serentak bagaimana (jangka waktunya). Jadi kami mengingatkan saja agar yang sudah diputus MK bisa diakomodasi ke RUU yang tengah disusun," ujar Arief.
Meski demikian, Arief tak membahas soal substansi RUU tersebut. Menurutnya, RUU itu berpotensi diuji materi ke MK dan melibatkan pihaknya sebagai hakim konstitusi. Oleh karena itu, Arief menilai tak elok apabila ia turut membahas substansi RUU.
"Kami tidak bicara substansi karena itu potensial diuji materi ke MK," katanya.
Dalam RUU Penyelenggara Pemilu terdapat 543 pasal yang berasal dari gabungan empat UU sekaligus yakni UU Pemerintah Daerah, UU Pemilihan Legislatif, UU Pemilihan Presiden, dan UU Penyelenggara Pemilu.
Sebelumnya, data lembaga peneliti KODE Inisiatif menemukan ada 23 pasal dalam RUU Penyelenggara Pemilu yang berpotensi melanggar putusan MK. Salah satunya adalah soal syarat partai politik dalam pengajuan calon presiden. Pasal-pasal yang diatur dalam RUU tersebut juga dinilai potensial bertentangan dengan UUD 1945.
(rel/rel)