Jakarta, CNN Indonesia -- Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat wilayah yang menjadi titik konflik agraria mencapai 1, 26 juta hektare sepanjang 2016, atau meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan pada 2015 yakni 400.430 hektare.
Sekjen KPA Dewi Kartika mengatakan sektor perkebunan menempati urutan pertama yang menyumbang konflik agraria sepanjang 2016. Dari 1,26 juta hektare lahan konflik, sektor tersebut menyumbang sebesar 601.680 hektare.
Sedangkan sektor lain antara lain adalah kehutanan (450.215 hektare); properti (104.379 hektare); migas (43.882 hektare), dan infrastruktur (35.824 hektare)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPA juga mencatat ada 450 konflik agraria sepanjang 2016 atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni mencapai 252 konflik.
“Ini meningkat drastis di tahun 2016, dua kali lipat ada peningkatan dengan jumlah 450 konflik agraria. Artinya, rata-rata satu hari terjadi satu konflik,” Dewi memaparkan saat konferensi pers, Kamis (5/1).
KPA mencatat sejumlah contoh kasus konflik agraria. Di sektor perkebunan ada tumpang-tindih lahan dengan PTPN. Sedangkan di sektor kehutanan, lembaga itu mencatat Perum Perhutani diduga melakukan monopoli kawasan hutan sehingga mengakibatkan konflik.
Kekerasan KolektifWakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Maksum Machfoedz mengatakan dirinya mengkhawatirkan ada kekerasan kolektif ketika konflik agraria tak terselesaikan. Dia menilai konflik yang tercatat itu hanyalah konflik yang telah muncul di permukaan.
“Konflik agraria yang tercatat itu, itu hanya konflik yang sudah muncul di permukaan,” kata Maksum dalam acara tersebut.
Senada, Alamsyah Saragih, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengatakan konflik agraria seperti fenomena gunung es. Ombudsman sendiri mencatat dugaan maladministrasi di sektor pertanahan, dengan faktor terbesar adalah pelayanan berlarut.
Ia mencontohkan pengajuan pembuatan sertifikat yang seharusnya dapat diproses selama dua atau tiga bulan, tetapi justru mencapai waktu hingga tahunan. Alamsyah menyatakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) selama ini adalah lembaga yang paling sering dilaporkan ke ORI.
“Laporan tersebut berkaitan dengan Hak Guna Usaha yang telah habis,” kata Alamsyah.
(rel)