Pergolakan Batin Putri Penyair Buron

Hizkia Darmayana | CNN Indonesia
Senin, 09 Jan 2017 07:21 WIB
Anak-anak tetangga saat itu semakin jarang bermain dengan Wani, padahal mereka biasanya berkumpul di sanggar milik ayahnya, Widji Thukul.
Ilustrasi Widji Thukul. (CNN Indonesia/Basuki Rahmat Nugroho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak mudah bagi Fitri Nganthi Wani menjalani hidup sebagai anak dari aktivis yang hilang akibat menentang kediktatoran Orde Baru. Wani, demikian dia dipanggil, mengaku kerap dihadapkan pada pergolakan batin sejak belia.

Wani harus bergulat dengan lingkungan keluarga maupun pergaulan. Pengalaman yang paling diingat olehnya adalah ketika dia dikucilkan oleh lingkungan pergaulan setelah ayahnya, Widji Thukul, dinyatakan buron oleh aparat pada 1996.

Ketika itu Wani masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar, dan dia sama sekali tak mengetahui duduk perkara yang terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lebih dahsyat lagi adalah ketika saya duduk di kelas 4 SD, hampir satu kelas mencemooh saya sebagai anak buronan. Saya sampai tidak mau sekolah gara-gara hal itu," ujar Wani, menceritakan kembali pengalamannya di Jakarta, kemarin.
Wani kala itu terlalu polos untuk mencerna situasi yang menimpa ayahnya. Keluarga pun berusaha menghindar dari tekanan.

"Yang paling mengalami itu ibu saya. Beliau merasakan betul ketika intel dan tentara mengawasi rumah kami," kenang Wani.

Tetangga yang hidup di lingkungan sekitar melarang anak-anaknya bergaul dengan Wani. Situasi itu membuat Wani trenyuh. Sebab sebelum Widji Thukul buron, hampir semua anak di lingkungan rumah kerap bermain di sanggar milik ayahnya untuk belajar beragam hal seperti melukis.

Tekanan yang menyerang batin membuat Wani berusaha mencari tahu sendiri apa yang terjadi dengan ayahnya. Sebab selama itu pula sang ibu tak pernah menjelaskan mengenai apa yang terjadi pada ayahnya.

Perasaan dirundung cemas mulai mereda tatkala Wani duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Lingkungan sekolah yang beragam dari segi etnis dan agama membuat penerimaan terhadap Wani lebih terbuka dibandingkan ketika dia masih di SD.

"Di SMP, teman-teman saya kebanyakan dari etnis Tionghoa yang juga menjadi korban peristiwa 1998 seperti saya. Mereka punya versi cerita sendiri tentang 1998 dan juga tentang ayah saya, sehingga saat itu saya lega bahwa ayah saya tidaklah seburuk tuduhan orang selama ini," kata wanita berusia 27 tahun itu.
Bersama 22 aktivis lainnya, Wiji Thukul hilang pada sekitar Maret 1998 Dia sebelumnya dinyatakan buron dan mulai diburu oleh aparat pasca peristiwa 27 Juli 1996.

Thukul dijadikan buron karena keterlibatannya dalam gerakan Jaringan Kerja Kesenian Rakyat dan Partai Rakyat Demokratik yang menentang otoritarianisme rezim Orde Baru. Dari 22 aktivis yang hilang pada 1998, 13 di antaranya, termasuk Thukul tidak pernah diketahui keberadaannya hingga kini.

Wani pun hanya bisa mengungkapkan kerinduan pada ayahnya melalui puisi-puisi. Jiwa seni ternyata diwariskan oleh sang ayah padanya. Kumpulan puisi itu sempat dibukukan dan terbit pada 2008 dengan judul Selepas Bapaku Hilang.

"Ayah saya memang menjadi inspirasi utama saya," katanya.

Harapan Pada Jokowi

Hadirnya film Istirahatlah Kata-Kata yang mengulas perjuangan Thukul memunculkan harapan bagi Wani dan keluarga agar pemerintah menguak keberadaan Thukul. Karena itulah keluarga dan sahabat pada 10 Januari mengundang Presiden Jokowi untuk menonton film tersebut.

Wani mengatakan Jokowi dekat dengan keluarganya, terutama ketika menjabat Wali Kota Solo. Jokowi pernah bertemu dengan sang ibunda, dan bahkan beberapa kali juga bertemu dirinya.

"Ketika saya menikah, beliau juga hadir," kata Wani.

Thukul dan keluarga merupakan warga Solo. Hingga kini, Sipon (istri Thukul), Wani dan Fajar Merah (anak kedua Thukul) masih tinggal di Solo.

Namun, disisi lain, Wani menyadari bahwa negara ini "rumit". Terkadang maksud baik Jokowi sebagai Presiden sulit terwujud karena orang-orang di sekitarnya tak mendukung maksud baik itu.

"Saya sih tak mau berpikiran negatif, dan saya percaya secara personal pak Jokowi itu orang baik. Saya yakin pasti ada yang baik dibalik segala hal yang terjadi," ujar Wani.

Meski tetap berharap kasus yang mengorbankan ayahnya terkuak,  Wani sendiri mengaku keluarganya kini lebih fokus ke masa depan. Apalagi dirinya kini juga disibukkan dengan urusan keluarga dan bisnis kecil-kecilan.

"Saya kini sibuk usaha kecil-kecilan seperti membuat sabun," kata ibu satu anak tersebut.
Wani berkata, apapun yang dilakukan pemerintah untuk mengungkap kasus hilangnya ayahnya, ia harap hal itu menjadi yang terbaik bagi ibunya. Sebab ibunya lah yang paling menderita ditinggal sang ayah.

"Bapak memang tak tergantikan bagi ibu. Sampai sekarang, ibu tetap orang tua tunggal," ujar Wani. (gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER