Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Gubernur DKI Soni Sumarsono memastikan akan hadir bila dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK berencana memanggil Soni untuk membahas soal sumbangan kompensasi dari pengembang untuk proyek reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
"Ya pasti siaplah hadir. Masa diundang teman tidak hadir, saya pasti hadir," kata Soni di kompleks DPR, Kamis (19/1).
KPK berencana memanggil Soni pada besok Jum'at (20/1). Namun sampai saat ini mengaku Soni belum menerima undangan dari KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlepas dari rencana panggilan urusan reklamasi, Soni mengaku sudah memiliki rencana bertemu dengan KPK untuk membahas e-planning dan e-budgeting.
"Kebetulan saya kapasitas juga sebagai direktur jenderal otonomi daerah yang tahu juga banyak masalah. Kebetulan menangani DKI, ya mungkin konsultasi sifatnya tapi waktunya persis belum tahu kapan," kata Soni.
Soni mengaku kenal dekat dengan Ketua KPK Agus Rahardjo sehingga dia tak sungkan membeberkan pengetahuannya soal sumbangan dana proyek reklamasi.
Agus sebelumnya menyatakan kajian soal reklamasi menjadi salah satu fokus KPK dalam pengembangan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Agus mengaku akan fokus menindak korporasi yang berkaitan dengan alam termasuk soal reklamasi melalui Perma tersebut.
KPK sebelumnya menelusuri aliran dana dari perusahaan pengembang terkait proyek reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Dana itu diduga berasal dari gabungan beberapa pengembang untuk sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta.
KPK menetapkan dua tersangka dari pihak swasta pada kasus dugaan suap peraturan daerah mengenai reklamasi, yakni mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja, dan karyawannya Trinanda Prihantoro.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi, sebagai penerima suap, telah divonis menerima suap sebesar Rp2 miliar dari Ariesman melalui Trinanda untuk menunda pengesahan raperda.
Ada sejumlah hal yang membuat pengesahan raperda tak kunjung dieksekusi, salah satunya soal ketidaksepakatan atas biaya kontribusi tambahan sebesar 15 persen bagi pengembang.