Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan berdasarkan isu suku, agama, ras dan antargolongan Buni Yani meminta polisi menghentikan pengusutan kasusnya. Menurut Buni, tak ditemukan delik pidana dalam penyebaran video Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diduga menista agama.
"Jika saya memang tidak bersalah, tidak ditemukan delik pidana di dalam tiga kalimat
caption video saya unggah itu, mestinya sudah SP3, polisi harus menghentikan penyidikan terhadap perkara saya, lalu perkara saya ditutup demi keadilan dan kebenaran," kata Buni di Menteng, Jakarta, Minggu (22/1).
Buni menjelaskan aduan terhadap dirinya tidak satupun terbukti. Dia mengatakan tak ada bukti dirinya mengedit dan memotong dalam video tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait
caption berupa tiga kalimat keterangan di judul video, menurut Buni, merupakan pertanyaan untuk berdiskusi, bukan pernyataan yang mencemarkan nama baik maupun berbau hasutan.
Bekas dosen London School of Public Relation (LSPR) itu juga menilai polisi telah melanggar ketentuan dengan memeriksanya pada 9 Januari lalu. Padahal, kata Buni, berkas pemeriksaan telah melewati tenggat waktu yang ditentukan oleh Kejaksaan yakni 2 Januari.
"Ada ketidakadilan karena diperiksa terus menerus, padahal
deadline tanggal 2 Januari. Itu melanggar HAM saya," ujar Buni.
Buni Yani dituduh pencemaran nama baik dan penghasutan berdasarkan isu suku, agama, ras dan antargolongan. Dia ditetapkan sebagai tersangka usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 23 November 2017.
Kasus ini bermula setelah Buni mengunggah video penggalan pernyataan Ahok ke akun
facebook-nya, 6 Oktober 2017. Pernyataan Ahok itu lantas menjadi ramai dan memunculkan pro dan kontra di publik lantaran menyinggung Surat Al Maidah ayat 51.
Judul video "Penistaan terhadap agama?" yang ditulis Buni menjadi salah satu alasan bagi polisi untuk menetapkan bekas dosen itu sebagai tersangka.
Buni disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia dianggap dengan sengaja atau tanpa hak menyebarkan informasi menyesatkan.
(wis/gil)