KontraS Sebut 15 Pilkada Rawan Konflik Minim Perhatian

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Senin, 23 Jan 2017 15:33 WIB
Sosialisasi pilkada di daerah lain masih minim. Akibatnya, ada warga di beberapa daerah yang tidak mengetahui program pasangan calon di daerahnya.
Sosialisasi pilkada di banyak daerah dinilai masih minim. Banyak warga belum mengetahui program pasangan calon di daerah mereka. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut 15 daerah yang akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah kurang diperhatikan. Perhatian hanya terfokus pada pilkada di kota besar, terutama DKI Jakarta.

KontraS terutama menyoroti minimnya sosialisasi pilkada di 15 daerah yakni Aceh, Banten, Banggai Kepulauan, Buol, Buleleng, Bombana, Gorontalo, Jepara, Jayapura, Kolaka Utara, Mesuji, Pati, Payakumbuh, Pekanbaru, dan Takalar.

KontraS menilai daerah-daerah itu membutuhkan perhatian yang tak kalah besar karena rawan konflik. Selain itu, menurut Wakil Koordinator KontraS Puri Kencana Putri, minimnya sosialisasi soal pilkada di daerah itu juga membuat warga tak mengetahui program para pasangan calon.
 
"Perlu ada perluasan informasi hal-hal apa saja yang akan dikembangkan, diperbaiki, dan ditingkatkan dari pengelolaan sebuah daerah oleh para kandidat," ujar Puri di kantor KontraS, Jakarta, Senin (23/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Debat publik antarcalon, kata Puri, mestinya bisa menjadi salah satu solusi untuk melakukan sosialisasi program dari para kandidat. Namun alih-alih dilakukan di 15 daerah itu, debat publik hanya terlaksana di kota-kota besar.

"Debat publik adalah cara paling sederhana. Kenapa itu tidak digelar di daerah juga," katanya.

KontraS juga mengkritik visi dan misi para calon di 15 daerah itu yang terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur. Padahal, kata Puri, 15 daerah tersebut masih banyak ditemukan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), mulai dari perkara perampasan tanah, kerusakan sumber daya alam, dan beberapa perkara adat lainnya.

Ia mencontohkan Kabupaten Buol yang ditengarai masih memiliki masalah lantaran kuatnya pengaruh korporasi terhadap kebijakan publik. 

Jokowi Sentris

Staf Divisi Hak Ekonomi Sosial Budaya KontraS Rivanlee Anandar mengatakan, program yang ditawarkan para kandidat umumnya masih mencontoh gaya kerja Presiden Joko Widodo. Pihaknya menyebut program para kandidat ini dengan 'Jokowi Sentris'.

Dari hasil penelusuran KontraS, para kandidat kepala daerah banyak mengeluarkan kartu sejenis Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang digagas Presiden Jokowi. Namun kartu ini akhirnya sekadar menjadi program simbolik yang tak jelas kegunaannya.

Salah satunya yakni program calon petahana di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara yang menggabungkan konsep Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan kartu bagi warga.

"Tujuan kartu itu untuk memudahkan akses pemerintah, tapi ini seolah-olah hanya kartu saja," kata Rivanlee.
(wis/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER