Jakarta, CNN Indonesia --
Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead mengatakan, mengubah kebiasaan petani menjadi tantangan utama dalam menjalankan tugasnya. Alasannya, selama ini petani kerap mengeluh apabila membuka lahan tanpa pembakaran. "Petani sudah biasa begini, mengubah perilaku itu butuh kepercayaan," kata Nazir di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (23/1). BRG sesungguhnya sedang mengsosialisasikan tiga opsi demi mengurangi pembakaran untuk membuka lahan baru. Namun, biaya dan waktu juga menjadi kendala selain mengubah kebiasaan petani. Opsi pertama adalah penggunaan traktor. Ia menuturkan, pelaksanaan opsi ini sangat membutuhkan biaya. Sementara opsi kedua adalah penggunaan drum pembakaran. Opsi ini dapat mengurangi asap, namun BRG harus merogoh kocek Rp1 juta per drum. Kedua opsi membutuhkan biaya cukup besar. Butuh merogoh kocek Rp1 juta untuk satu drum bakar. Sementara itu, perlu Rp200 ribu demi memiliki bakteri pengurai per hektare. Sementara, pilihan ketiga adalah pemberian larutan biologis yang organik dan mengandung bakteri pengurai. Metode ini membuat lahan bersih secara alami, namun membutuhkan waktu setidaknya tiga minggu. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo menargetkan 400 ribu hektare lahan gambut direstorasikan tahun ini. Lahan ini tersebar di Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Papua. Nazir meyakini satu dari tiga opsi dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Opsi-opsi ini telah dicoba di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat dalam lingkup kecil dan berhasil. Opsi ini akan diuji di Sumatera bulan depan. "Sehingga jumlah petani yang terpaksa membuka dengan api akan menurun, bukan karena dilarang, tapi karena sudah ada jalan alternatif lainnya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(aal)