Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menolak usulan Fraksi Partai Demokrat mengenai penggunaan hak angket menyelidiki dugaan penyadapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut Arsul, dugaan penyadapan itu masuk ke ranah hukum sehingga harus diselesaikan dengan jalur hukum.
"PPP menolak wacana atau usulan hak angket soal kasus dugaan penyadapan tersebut. Isu penyadapan ini kan merupakan persoalan hukum, yakni dugaan pelanggaran hukum dalam bentuk penyadapan yang jika terbukti merupakan pelanggaran Undang-Undang Telekomunikasi dan Undang-Undang ITE," kata Arsul saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (2/2).
Arsul menjelaskan hak angket anggota DPR merupakan instrumen pengawas yang berasal dari instrumen politik. Dia menilai tak tepat jika dugaan pelanggaran hukum pidana diselesaikan lewat jalur politik.
Arsul mengatakan, PPP telah meminta kepolisian aktif dalam mengusut kasus tersebut. Menurutnya, yang perlu diselidiki adalah tim penasehat hukum Ahok. Terutama Humphrey Djemat yang mengangkat masalah ini baik dalam persidangan maupun di luar persidangan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, walaupun kami bersama Partai Demokrat di Pilkada DKI, tapi dalam soal wacana angket ini PPP tegas mengambil sikap berseberangan," kata Arsul.
Secara terpisah, Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana memberikan penjelasan serupa. Fraksi Hanura menyerahkan kasus tersebut ke ranah hukum bukan ke ranah politik.
"Kalau sudah masuk ke wilayah politik akan melebar ke mana-mana. Masalah tidak selesai, malah melebar. Jadi elit politik harus menahan diri," kata Dadang saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (2/2).
Menurut Dadang, saat ini suhu politik sedang memanas. Ia berharap semua pihak tidak membuat keadaan lebih panas lagi. "Ini akan membuat keriuhan baru. Nanti malah melebar ke subtansi apa saja yang dibicarakan SBY. Politik bisa multitafsir," kata Dadang.
(wis/obs)