Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pemilu di Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas kemungkinan Badan Pengawas Pemilu bertambah kewenangannya. Lembaga pengawas itu dirancang memiliki wewenang untuk mengaudit dana kampanye peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.
Selama ini Peserta Pemilu dan Pilkada wajib memberikan laporan penggunaan dana kampanye kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) peserta Pilkada atau Pemilu kemudian diaudit sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditetapkan KPU.
Namun, kewenangan KPU dalam mengawal audit keuangan dinilai kurang efektif. Ketua Bawaslu RI Muhammad berkata, penyelenggara pemilu tak dapat mencampuri audit yang dilakukan KAP. Walau lembaga pengaudit ditunjuk KPU, intervensi tak bisa dilakukan penyelenggara pemilu terhadap proses dan hasil pemeriksaan.
Keterbatasan wewenang ini menyebabkan pencegahan dan penindakan penyimpangan dana kampanye pun tak bisa berjalan efektif. Muhamad menyatakan pernah mendapat keluhan mengenai perihal ini dari almarhum Ketua KPU Husni Kamil Malik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu itu makanya saya heran kok KPU begitu lemah. Kemudian Pak Husni berkata, 'makanya saya butuh bantuan Anda di Bawaslu.' Wah, jadi menambah pekerjaan nih," ujar Muhammad di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin (6/2).
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy berkata, anggota Komisi II DPR sebagai salah satu yang mendorong Bawaslu memiliki kewenangan audit dana kampanye. Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan selama ini audit keuangan peserta Pilkada dan Pemilu dilakukan secara ‘palsu’.
Ia berpendapat, audit keuangan seharusnya dilakukan oleh penyelenggara atau pengawas pemilu.
"Audit selama ini hanya pura-pura, parpol dipersilakan mencari lembaga auditornya sendiri. Kemudian auditor hanya membantu membuat laporan yang baik. Perlu ditingkatkan pengawasan soal dana kampanye ini," katanya.
Keterlibatan penyidikMeski hendak memberi wewenang audit kepada Bawaslu, Lukman tetap menilai lembaga itu masih terlalu pasif dalam menangani berbagai dugaan penyimpangan dana dan politik uang. Menurutnya, Bawaslu kerap hanya menunggu 'bola' dari pelapor sebelum bertindak menangani berbagai dugaan penyimpangan.
Kekurangan tersebut, pandangnya, akan diperbaiki jika wewenang audit dana kampanye disetujui menjadi milik Bawaslu. Ia berpendapat, salah satu cara untuk memperbaiki kinerja Bawaslu adalah dengan menambah kapasitas komisioner lembaga tersebut.
"Reformasi ulangnya, pertama adalah menambah kapasitas komisioner Bawaslu. Harus ada orang yang punya kapasitas intelijen dan penyelidik pemilu, dengan syarat misalnya minimal (ada komisioner) bintang satu atau bintang dua di kepolisian atau kejaksaan," ujarnya.
Jika keikutsertaan polisi atau jaksa tak dimungkinkan, Lukman meminta perubahan struktur organisasi di lembaga pengawas pemilu. Ia memandang perlu kehadiran deputi yang khusus menangani dugaan politik uang.
"Eselon dua misalnya yang ditugaskan. Harus ada bidang yang membawahi intelijen dan penyelidikan politik uang," kata Wakil Ketua Komisi II itu.
Usulan penambahan kewenangan Bawaslu tentu masih menunggu kajian akhir para wakil rakyat. Jika wewenang audit dana kampanye disetujui dilimpahkan kepada Bawaslu, tentu perlu ada penguatan lembaga agar optimal.
(yul)