Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq menjelaskan Perindo tidak setuju dengan ambang batas presiden yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU pemilu). Ia menilai ambang batas itu terlalu berat bagi Perindo untuk bisa mencalonkan wakilnya menuju kursi orang nomor satu di negeri ini.
"Aspek keadilan harus menjadi hal utama, dengan ambang batas presiden ada keinginan sebuah kekuatan besar untuk mennguasai Pemmilihan Presiden (Pilpres). Ada oligarki politik yang tidak mencerminkan keadilan pada partai lain, keadilan harus tepat pada semua partai," kata Ahmad di kompleks DPR, Rabu (8/2).
Ambang batas presiden merupakan syarat bagi setiap partai untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Dalam draf RUU Pemilu, ambang batas presiden sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah saat Pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Partai yang mendapat suara kurang dari ambang batas tidak bisa mencalonkan presiden. Namun partai itu bisa ikut mencalonkan presiden jika berkoalisi dengan partai lain untuk mencapai angka tersebut.
Perindo sendiri terbentuk pada tahun 2015 sehingga tergolong dalam pratai baru yang belum diketahui jumlah pendukungnya. Wajar bila Perindo merasa ambang batas presiden tidak adil.
Walau tidak setuju dengan ambang batas presiden, Ahmad menjelaskan Perindo tidak keberatan dengan ambang batas parlemen yang juga diatur dalam RUU pemilu. Berdasarkan draft, ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen dari suara sah saat Pemilu. Partai yang tidak mendapat suara sampai batas itu tidak bisa mendapatkan kursi DPR.
Untuk sistem Pemilu, Perindo setuju dengan sistem Pemilu proporsional terbuka terbatas seperti yang tertera pada draft RUU pemilu. Menurut Ahmad sistem pemilu seperti itu membuat partai mencari kader yang militan.
"Proporsional terbuka terbatas cukup efektif, membuat caleg tidak hanya cari uang tapi fokus cari suara," kata Ahmad.