Menanti Jalan Tengah Pembahasan RUU Pemilu

CNN Indonesia
Minggu, 12 Feb 2017 10:30 WIB
Setiap fraksi selalu memiliki perbedaan dan persamaan untuk usulan pada RUU Pemilu. Itu terlihat dari keputusan fraksi dalam menyikapi situasi krusial itu.
Ilustrasi kotak suara (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tanggal 17 Februari nanti, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membahas rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Salah satu UU yang sangat penting untuk mengawal keberlangsungan demokrasi di Indonesia.

RUU tersebut akan dibahas oleh panitia khusus (Pansus) yang terdiri dari 10 fraksi partai politik. Setiap fraksi diwakilkan dengan jumlah yang berbeda, ada banyak dan ada yang sedikit.

Fraksi PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) yang diwakilkan enam orang menjadi fraksi dengan perwakilan terbanyak, sedangkan fraksi partai Hanura hanya diwakilan satu orang  yang menjadikan fraksi dengan perwakilan terdikit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap fraksi selalu memiliki perbedaan dan persamaan untuk usulan pada RUU Pemilu. Itu terlihat dari keputusan fraksi dalam menyikapi itu krusial seperti ambang batas presiden, ambang batas parlemen dan sistem pemilu. Tentu mereka akan beradu kekuatan untuk memperjuangkan usulannya.
Menanti Jalan Tengah Ambang Batas ParlemenIlustrasi lambang partai politik (CNN Indonesia/Natanael Wahluya)

"Saya kira kekuatan fraksi di Pansus tidak bergantung jumlah, karena yang penting dari fraksi itu argumentasi. Ini memang urusan kuat-kuatan argumen diantara anggota, seperti meriuhkan perdebatan," kata Direktur Sindikasi Pemilu Demokrasi August Mellaz saat ditemui CNNIndonesia.com, Sabtu (11/2).

Mellaz menjelaskan semua fraksi harus benar-benar memberikan argumen yang tepat saat membahas RUU Pemilu. Jangan hanya banyak wakil dalam pansus tapi memberikan argumen yang tidak berdasar. Tindakan seperti itu berpeluang merugikan fraksi, terutama pada sejumlah isu krusial.

Ambang batas parlemen merupakan syarat bagi partai politik untuk mendapatkan kursi DPR, begitu juga dengan ambang batas presiden yang  merupakan syarat bagi partai politik untuk mencalonkan presiden. Itulah yang membuat ambang batas menjadi isu krusial.

Dalam draft RUU Pemilu, ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen dari suara sah saat Pemilu, ambang batas presiden sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah saat Pemilu.

Partai politik harus mencapai angka ambang batas parlemen bila ingin merasakan kursi DPR, mencapai ambang batas presiden bila ingin mencalonkan presiden. Bila tak sanggup, partai politik yang ingin menclonkan presiden bisa berkoalisi dengan partai lain.
Menanti Jalan Tengah Ambang Batas ParlemenIlustrasi bendera partai politik (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)

Ambang batas parleman diprediksi menjadi pembahasan alot saat rapat pansus RUU Pemilu. Pasalnya ambang batas menentukan keberlangsungan partai di dunia politik Indonesia, terutama untuk partai menengah dan partai kecil.

Apa lagi sejumlah partai besarmengusulkan angka ambang batas parlemen yang besar, seperti Golkar dengan 10 persen, NasDem degan 7 persen, PDIP dengan 5 persen, PKN dengan 5 persen dan Demokrat dengan 5 persen.

Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy menjelaskan argumentasi memang sangat penting dalam pembahasan RUU tersebut. Bisa mengeluarkan argumentasi untuk mempetahankan usulan, atau argumentasi mendukung fraksi lain bila memiliki usulan yang sama. Terutama untuk partai menangah yang ambang batas parlemen 3,5 persen, seperti PAN, PKS, PPP dan Hanura.

"Partai menengah bisa saja bergabung (dalam argumentasi), tidak ada partai menengah dan partai kecil yang ingin bunuh diri. Ini konteksnya mau hidup lama atau mati setelah RUU Pemilu," kata Lukman saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (11/2).

Argumentasi fraksi harus tetap tajam saat membahas sistem Pemilu, sistem Pemilu menentukan kader partai untuk bisa mendapatkan kursi di DPR. Berdasarkan draft RUU Pemilu sistem pemilu tertulis terbuka terbatas, artinya pemilih bisa melihat dan memilih langsung caleg pada dapil. Tapi jika menggunakan sistem pemilu tertutup, pemilih tidak akan melihat caleg yang akan ia pilih karena ditentukan oleh partai.

Mayoritas fraksi di DPR mengusulkan sistem Pemilu terbuka. Hanya Golkar dan PDIP yang mengusulkan sistem pemilu tertutup. Mellaz yakin ada misi partai di balik sistem pemilu yang diusulkan semua fraksi, bisa jadi misi yang belum tentu memikirkan rakyat Indonesia.

"Anggota DPR harus bisa argumentasi. Pansus ini ditantang untuk bagaimana politik pragmatis bisa dikemas dengan argumen yang memadai," kata Mellaz.

Mellaz melanjutkan, "Kalau usulan sesuatu itu karena apa, metode demokratis seperti apa, apa bisa mengurangi korupsi. Anggota DPR harus berlomba-lomba menyampaikan argumen itu ke publik dengan dasar yang jelas. Disiplin fraksi itu sangat rendah, semua anggota DPR itu ngomong dirinya."

Lukman tidak bisa memastikan argumen seperti apa yang dikeluarkan fraksi dalam pembahasan RUU Pemilu. Jika sampai terjadi konflik karena argumentasi, ia akan menawarkan jalan tengah agar tidak ada masalah dan bisa cepat mengambil keputusan.

"Sebagai pimpinan rapat saya akan dengarkan semua (argumen). Pimpinan rapat tugasnya menyimpulkan terhadap berbagai argumen fraksi kemudian menawarkan (jalan tengah)," kata Lukman.

Lukman menjelaskan saat pembahasan nanti wakil dari pemerintah juga akan hadir. RUU Pemilu sendiri merupakan saran dari pemerintah. Ia meminta pemerintah juga memberikan jawaban terhadap argumentasi, usulan dan kritik yang disampaikan oleh perwakilan fraksi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER