Jakarta, CNN Indonesia -- Polda Metro Jaya memusnahkan barang bukti pengungkapan kasus narkotik jaringan internasional yang melibatkan 18 warga Indonesia dan dua warga negara asing. Pemusnahan barang bukti seberat ratusan kilogram itu merupakan hasil pengusutan selama dua bulan terakhir.
Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Nico Afinta Anjak Madya mengatakan, barang bukti yang dimusnahkan adalah sabu seberat 112,43 kilogram, 228.978 butir ekstasi, 22.360 butir erimin/H5, tembakau cap gorila seberat 9,77 kilogram, dan ganja seberat 2.057 kilogram.
Selain itu, ada pula serbuk bahan ekstasi seberat 15 kilogram dan bahan dasar tembakau seberat 35 kilogram.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini merupakan jaringan internasional. Ada 20 tersangka, terdiri dari 18 WNI, satu orang Taiwan dan satu dari China," kata Niko di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (2/3).
Niko mengatakan, lembaganya bekerja sama dengan Badan Narkotik Nasional untuk mengusut jaringan itu. Mereka menemukan dua modus yang digunakan para tersangka.
Jaringan tersebut, kata Niko, menyembunyikan narkotik dalam bentuk panel listrik. Mereka membeli narkotik dalam jumlah besar, lalu mengemasnya dalam bentuk paket setelah memberi label atau merek.
Niko berkata, para tersangka lantas memasarkan narkotik itu secara daring. Metode pembayaran yang mereka terapkan adalah pengiriman uang antarbank.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jendral Mochmad Iriawan mengatakan, pelaku peredaran narkotik jaringan internasional umumnya tergiur keuntungan tinggi. Meskipun kepolisian telah memidanakan banyak pelaku, jaringan itu tetap tumbuh subur di Indonesia karena dikendalikan dari dalam penjara.
"Itulah keuntungan besar yang didapatkan jaringan narkoba. Oleh karena itu kami harus bekerja maksimal," kata Iriawan.
Iriawan menilai penguatan koordinasi antarlembaga merupakan kunci memperkecil ruang gerak jaringan narkotik internasional. Ia menyebut peredaran sabu dan ekstasi di wilayah Jakarta masuk melalui wilayah laut. Sementara tembakau jenis gorila bisa didapat dengan mudah ketika warga Indonesia pelesir ke luar negeri.
"Presiden Jokowi bilang perang (melawan narkotik), nah kami harus perang lagi karena untung jaringan ini besar dan yang tergiur juga banyak," katanya.
Seluruh tersangka pada jaringan ini dijerat UU 35/2009 tentang Narkotika. Ancaman pidana yang menanti mereka paling berat hukuman mati, penjara selama lima hingga 20 tahun penjara serta denda berkisar Rp1 sampai Rp10 miliar.
(abm/yul)