Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari 400 mantan anggota kelompok teror belum mengikuti program deradikalisasi yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Mereka rentan kembali terlibat aksi teror seperti yang dilakukan pelaku bom panci di Bandung, Jawa Barat, Yayat Cahdiyat.
"Saat ini baru sekitar 184 orang mantan teroris di 17 provinsi yang telah mengikuti program deradikalisme," ujar Deputi Bidang Pencegahan Perlindungan Deradikalikasi BNPT Mayor Jenderal Abdul Rahman di Sleman, Yogyakarta, Kamis (2/3), seperti dilansir
Antara.
Abdul mengatakan, program deradikalisasi tidak mudah diterapkan. Namun program itu vital untuk mengubah ideologi ekstrem yang diyakini anggota kelompok teror, termasuk mereka yang pernah divonis bersalah oleh pengadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Deradikalisasi perlu diterapkan kepada napi teroris karena beberapa kasus aksi terorisme di tanah air dalam beberapa waktu terakhir melibatkan mereka," tuturnya.
Abdul memaparkan, lembaganya menargetkan deradikalisasi terhadap 250 narapidana di 77 lembaga pemasyarakatan. Program itu juga terkendala karena BNPT tidak dapat mewajibkan mereka mengikuti program itu.
"Kami tidak dapat berbuat banyak karena deradikalisasi merupakan hak napi," kata Abdul.
BNPT, kata Abdul, mendekati para bekas ekstremis itu dengan pendekatan ekonomi. Ia berkata, mayoritas narapidana terorisme sulit mendapatkan kehidupan layak karena stigma yang terlanjut melekat ke diri mereka.
"Tidak semua mantan teroris diterima masyarakat dan tidak semuanya memiliki ekonomi yang baik. Jadi kami mendekat ke mereka dengan cara membantu dari sisi ekonomi," ujarnya.
Merujuk pasal 2 ayat 2 Peraturan Presiden 46/2010, BNPT bertugas menjalankan program penanggulangan terorisme dalam bentuk deradikalisasi, pencegahan, perlindungan, dan penindakan.
Usai dilantik menjadi orang nomor satu di BNPT, Juli 2016, Komjen Suhardi Alius berjanji akan memfokuskan kinerja lembaganya ke upaya deradikalisasi. Menurutnya, hal itu lebih efektif dibandingkan tindakan represif kepada anggota kelompok teror.
“Bagaimanapun juga, tidak mudah mengubah
mindset. Konsep persuasif kami terapkan, tapi kami tetap keras untuk penindakan,” ucapnya.
(abm/yul)