Seskab: Bom Samarinda Bukti Deradikalisasi Belum Berhasil

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Senin, 14 Nov 2016 16:27 WIB
Terduga pelaku teror bom Gereja HKBP di Samarinda pernah menjalani hukuman 3 tahun 6 bulan penjara. Selepas dari penjara, ia terlibat lagi dalam terorisme.
Program deradikalisasi dinilai belum berhasil dengan adanya mantan napi kasus terorisme yang kembali beraksi. (ANTARA FOTO/Amirulloh)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengakui program deradikalisasi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme belum berhasil.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, hal itu terlihat dari aksi teror bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, kemarin.

"Program ini (deradikalisasi) tidak 100 persen berhasil, kenyataannya yang terjadi di Samarinda," kata Pramono di kantornya, Senin (14/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terduga pelaku teror itu bernama Juanda bin Muhammad Aceng Kurnia (32). Ia merupakan residivis yang pernah terlibat dalam aksi teror bom.

Juanda alias Jo sebelumnya terlibat dalam teror bom buku yang ditujukan kepada sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang yang ada di Jakarta. Aksi ini menciptakan ketakutan publik saat pertama kali terungkap pada 15 Maret 2011.

Di bulan yang sama, kelompok teror bom buku yang dipimpin oleh Pepi Fernando ini juga menyasar Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) yang berlokasi di Serpong, Tangerang Selatan.

Akibat perbuatannya, Jo pernah menjalani hukuman pidana terhitung sejak tanggal 4 Mei 2011 selama 3 tahun 6 bulan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 25/Pidsus/2012/PNJKT.BAR tanggal 29 Februari 2012. Ia bebas bersyarat setelah mendapat remisi Idul Fitri tanggal 28 Juli 2014.

Keluar dari penjara, Jo kembali memilih masuk dalam jaringan teror.

Menurut Pram, deradikalisasi dan hukuman yang diberikan tak menimbulkan efek jera. Jo kemarin beraksi terang-terangan, terlihat masyarakat, dan penuh kesadaran.

"Tentunya bagi pelaku seperti ini hukumannya harus semakin berat. Karena kalau tidak ia akan mengulangi lagi dan merasa tidak pernah bersalah," ucapnya.

Namun, mantan anggota komisi pertahanan DPR ini tidak merincikan pemberatan hukuman yang ia harapkan. Deradikalisasi menurutnya harus tetap dilakukan meski belum sepenuhnya berhasil.

"Ini merupakan pekerjaan di BNPT. Kedua, penegakan hukum juga penting, sangat penting," kata mantan Sekretaris Jenderal PDIP ini.

Markas Besar Polri sebelumnya menyebut Jo belajar membuat bom dari kelompok Dulmatin di Aceh, pada rentang waktu 2009-2011 silam. Djoko Pitono alias Dulmatin adalah salah satu pelaku bom Bali 2002.

Jo juga diduga terkait dengan jaringan Jamaah Ansharu Daulah (JAD). Kelompok ini adalah pendukung Negara Islam Irak dan Suriah alias ISIS. Pergerakan ISIS di Indonesia terdeteksi setidaknya sejak 2014. (rel/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER