Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang terjadi di Pelabuhan Peti Kemas Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya membenarkan, satu dari tiga orang tersangka berinisial NA, AB dan DH tersebut adalah petugas dari Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Komura.
"Iya, benar. NA ini berperan melakukan pemerasan di lapangan, AB bertangungjawab pada (pelaksanaan) kegiatan (bongkar muat), sementara DH merupakan sekretaris Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) Samarinda," kata Agung, di Jakarta, Minggu (19/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agung, praktek pemerasan ini sudah terjadi sejak lama. Setidaknya, sejak Pertama Palaran mulai beroperasi pada 2010 silam.
"Pelabuhan ini kan tergolong baru, ya. Bisa jadi mereka melakukan ini sejak awal," kata dia.
Selain tiga orang tersangka tersebut, Agung menduga masih akan ada tersangka lainnya. Sebab menurutnya, hingga saat ini penyidik masih terus bekerja untuk membongkar praktik monopoli kegiatan bongkar muat itu.
Adapun praktik monopoli yang dilakukan adalah dengan menetapkan tarif bongkar muat peti kemas secara sepihak. Sehingga dianggap membebani pemilik barang.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Ade Yaya Suryana. Menurutnya, tarif yang ditetapkan oleh Komura saat ini adalah sebesar Rp182.780 per kontainer ukuran 20 feet dan Rp274.167 per kontainer ukuran 40 feet.
Tarif tersebut terbilang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pelabuhan di Surabaya ataupun Jawa Timur yang hanya membebankan sekitar Rp10 ribu per kontainer. Sehingga, tambah Yaya, apa yang dilakukan oleh tersangka diduga telah melakukan sejumlah pelanggaran.
Beberapa di antaranya, tindak pemerasan karena menolak mengikuti pedoman penentuan tarif bongkar muat yang tercantum dalam pasal 3 ayat 1 Permenhub KM No 35 Tahun 2007 tentang pedoman perhitungan tarif pelayanan jasa bongkar muat dari dan ke kapal pelabuhan.
Selain itu, Komura juga menentukan tarif secara sepihak tanpa berdiskusi dengan PT Pelabuhan Samudera Palaran (PSP) selaku penyedia jasa bongkar muat di Pelabuhan.
"Komura melakukan ancaman kepada perwakilan PT PSP pada saat berunding menentukan tarif bongkar muat bersama dengan Pelindo dengan cara menolak untuk berunding dan membawa masa di luar lokasi," kata Yaya.
Pelanggaran lainnya, Komura memaksakan pemungutan di luar hak. Komura memilih menolak mengikuti mekanisme penentuan tarif pelabuhan.
Saat ini para tersangka dikenakan pasal 368 KUHP dan atau Pasal 3, 4, 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 dan atau Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 jo 56 KUHP.
Penyidik juga telah mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp61 miliar dari kantor Komura. Diduga uang tersebut merupakan hasil kejahatan atau hasil setoran dari sejumlah perusahaan pelayaran kepada koperasi TKBM Komura.