Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch menyebut kesepakatan yang diteken Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK tengah pekan ini mengandung poin-poin yang sumir. Kewajiban tiga lembaga itu untuk saling memberitahu sebelum menindak personel penegak hukum diprediksi akan memperlambat penanganan kasus korupsi.
"Tidak ada klausul yang menyebut pemberitahuan itu harus tertulis atau sekedar lisan," kata Koordinator Divisi Pemantauan Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho, Kamis (30/3).
Emerson menuturkan, kesepakatan itu juga tidak mendefinisikan istilah atasan yang wajib memperoleh pemberitahuan sebelum penggeledahan. Nota kesepahaman itu pun tidak memuat batas waktu terkait penggeledahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya yang digeledah adalah kantor polda. Sebelum penggeledahan, surat pemberitahuan ditujukan ke atasan yang mana? Kalau ke Kapolri, itu akan memakan waktu yang lama," tutur Emerson.
Proses tersebut, kata Emerson, berpotensi memberikan celah bagi oknum penegak hukum untuk menghilangkan barang bukti. "Infonya jadi gampang bocor. Pihak yang mau digeledah bisa tahu rencana upaya hukum itu," ujarnya.
Emerson mengatakan, kewajiban pemberitahuan penindakan itu juga tidak mengatur mekanisme pasca penolakan dari atasan lembaga penegak hukum tersebut, baik dibatalkan, ditunda, atau dapat dilanjutkan dengan sejumlah syarat.
 (CNN Indonesia/Laudy Gracivia) |
Berbeda dengan ICW, Wakil Ketua DPR Fadli Zon sebelumnya mengapresiasi kesepakatan baru tiga lembaga penegak hukum. Menurutnya, ‘kulonuwun’ antarlembaga hukum diperlukan untuk menciptakan transparansi yang menguntungkan semua pihak.
“Ini kan institusi penegak hukum yang memang seharusnya ada semacam prosedur tetap,” ujar Fadli.
Namun Fadli belum bisa memastikan, kesepakatan 'kulonuwun' bakal menghambat proses penyelidikan dan penyidikan. Dia hanya berharap kesepakatan tersebut bisa menciptakan hukum yang adil.