Jakarta, CNN Indonesia -- Dosen hukum tata negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ismail Hasani berpendapat, DPR tidak memiliki kewenangan mengevaluasi kinerja tim panitia seleksi (pansel) komisioner Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas pemilu. Tim tersebut diangkat langsung oleh presiden dan menjalankan tugasnya sesuai aturan yang ada.
Pendapat itu disampaikan Ismail menanggapi Komisi II DPR RI yang sempat mengundang tim pansel komisioner KPU dan Bawaslu dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-undang Pemilu.
Dalam rapat itu, anggota Komisi II DPR Yandri Susanto menilai ada ketidakwajaran dalam proses rekrutmen calon komisioner Bawaslu. Calon petahana gagal dalam proses seleksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu petahana yang tidak lolos adalah Ketua Bawaslu Muhammad. Yandri menilai, Muhammad berhasil menjalankan tugasnya selama menjabat sebagai Ketua Bawaslu. Dia pun mempertanyakan alasan pansel tidak meloloskan Muhammad ke tahap selanjutnya.
Ismail mengatakan, saat ini menjadi tugas DPR untuk segera melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap 14 calon komisioner KPU dan 5 calon komisioner Bawaslu yang sudah diserahkan ke DPR.
"Ini yang kemudian melemahkan independensi dan integritas pansel itu sendiri, DPR tidak punya kewenangan untuk menilai itu," kata Ismail saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Sabtu (1/4).
Ismail menduga ada kepentingan pribadi atau kelompok demi mendukung calon tertentu, sehingga Komisi II meminta pansel menjelaskan proses seleksi calon komisioner.
Ismail yakin tim pansel sudah memiliki standar penilaian sendiri yang digunakan untuk menentukan calon komisioner KPU dan Bawaslu. Apalagi anggota pansel tidak hanya terdiri dari satu atau dua orang saja. Proses yang dilakukan selama seleksi, menurutnya, merupakan proses yang objektif.
Ismail berpendapat, DPR tidak perlu menunggu pengesahaan undang-undang yang baru untuk menetapkan komisioner KPU dan Bawaslu yang baru. Dia menilai DPR tetap bisa berpegang pada produk hukum yang ada untuk bisa menetapkan komisioner KPU dan Bawaslu.
Hal ini dikarenakan proses seleksi calon komisioner yang dilakukan oleh tim pansel mengacu pada Undang-undang Pemilu sebelumnya.
"Justru menjadi kontroversial kalau anggota KPU dan Bawaslu ditetapkan berdasarkan undang-undang yang baru. Karena proses seleksi sebelumnya sudah terjadi, mengacu berdasarkan undang-undang lama," ujar Ismail.
Jika DPR berpatokan pada undang-undang baru yang saat ini sedang dalam pembahasan, Ismail menyebut hal itu bertentangan dengan prinsip pemberlakukan hukum. Tak hanya itu, lanjut Ismail, hal tersebut juga bisa berakibat hasil seleksi yang sudah dibuat oleh tim pansel harus dianulir. Sehingga tim pansel harus memulai proses seleksi dari awal lagi.
"Ini lebih besar muatan interes politiknya dibanding dengan kehendak mematuhi peraturan perundang-undangan dan juga memproduksi satu komposisi komisioner yang kredibel," ucapnya.
 (Insert: CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani) |
Sementara itu, pengamat hukum tata negara Refly Harun mengatakan masing-masing pihak harus menghargai fungsi dan tugas masing-masing. Pansel sudah melaksanakan dan menyelesaikan tugas untuk melakukan seleksi terhadap para calon komisioner KPU dan Bawaslu. Sekarang menjadi tugas DPR untuk melaksakan uji kelayakan dan kepatutan terhadap sejumlah nama calon komisioner yang sudah diserahkan ke DPR.
Refly menyebut ada semacam paradoks, orang-orang yang biasanya diterima oleh DPR merupakan sosok yang tidak difavoritkan di kalangan anggota tim pansel. Begitu pula sebaliknya.
"Kepentingan pansel kan menciptakan orang yang independen, tidak bergantung. Sedangkan DPR adalah mencari orang yang bisa diajak komunikasi," ujar Refly.
Permintaan DPR agar tim pansel bisa memberikan penjelasan terkait dengan proses seleksi yang dilakukan, menurut Refly, bisa menjadi salah satu indikasi bahwa DPR ingin kembali mengulur-ulur waktu untuk menetapkan komisioner KPU dan Bawaslu yang baru.
Refly mengatakan DPR seharusnya bisa mempertimbangkan masa jabatan komisioner yang akan berakhir pada 12 April mendatang, sehingga uji kelayakan dan kepatutan bisa segera dilakukan.
"Tidak ada alasan untuk mengulur-ulur (waktu) lagi, segera mereka adakan
fit and proper test, kalau mau menolak (nama komisioner yang diajukan) silakan, kalau tidak, ya enggak ada masalah," katanya.