Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengisyaratkan adanya koalisi dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sampai pemilihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Pernyataan itu ia sampaikan saat sambutan dalam Pidato Kebangsaan Calon Gubernur Anies Baswedan.
"PKS dan Gerindra siap berdialog (dengan bahasan yang) subtansial. Bukan untuk jangka pendek tapi jangka panjang, untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Sohibul saat sambutan di Segara Ballroom, Hotel Darmawangsa, Jakarta Selatan, Senin (3/4).
Sohibul mengatakan PKS dan Gerindra sering mengadakan dialog untuk menyampaikan pandangan masing-masing. Berdasarkan dialog itu, kata Sohibul, PKS dan Gerindra memiliki banyak kesamaan dibanding perbedaan. Oleh karenanya, PKS dan Gerindra bisa terus bergandengan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Wakil Ketua DPR itu mengatakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menganggap PKS sebagai sekutu. Tak heran bila dua partai ini bersatu mengusung Anies-Sandi dalam Pilkada DKI 2017.
"Saya ingin sampaikan, pak Prabowo sudah merumuskan perbedaan PKS dan Gerindra. Kata beliau PKS partai berbasis Islam, partai yang semua pengurus dan kader rajin baca buku cari ilmu sebagai persiapan kelola negara dan banyak sembahyang, ini sama seperti Gerindra," kata Sohibul.
Sohibul melanjutkan, "Jadi perbedaan terlihat besar karena tidak ada dialog dan keterbukaan. Begitu ada dialog perbedaan yang besar itu rumusannya sangat sederhana. Kita enjoy dalam kebersamaan, karena itu PKS dan Gerindra ingin dialog bisa dikakukan oleh seluruh partai politik."
Saat memberikan sambutan, Sohibul sempat mengriktik partai politik yang mengadakan dialog dengan partai lain bila ada kepentingan. Bahasan dari dialog itu Seperti saat kontestasi Pilkada dan Pilpres.
Menurutnya tidak seharusnya partai politik berlaku seperti itu. Akan lebih baik bila partai politik sering mengadakan dialog sehingga siap menghadapi keberagaman di Indonesia.
"Selama ini bukan berarti tidak ada dialog dan komunikasi, tapi secara subjektif saya melihat dialog 10 tahun terakhir tidak dikaukan dengan subtansial. Masiv dilakukan hanya menjelang kepentingan politik yang didorong kepentingan jangka pendek," kata Sohibul.