Bandung, CNN Indonesia -- Ada satu lembaga yang minim sorotan publik ketika bicara tentang kawasan karst, cekungan air tanah (CAT), maupun teknis geologi lingkungan. Lembaga itu adalah Badan Geologi yang berada di bawah naungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kantor Staf Presiden (KSP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan tidak melibatkan lembaga ini dalam menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terkait polemik pabrik semen di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Badan Geologi menekankan dua isu utama yang melingkupi pro dan kontra dalam penambangan batu gamping dan pengoperasian pabrik milik PT Semen Indonesia (Perser) Tbk. Yaitu Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) dan CAT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa sajakah penjelasan Badan Geologi mengenai KBAK dan CAT? Bagaimana Badan Geologi melihat prahara di Rembang? Bolehkah penambangan batugamping dilakukan di kawasan itu?
Berikut wawancara wartawan CNNIndonesia.com dengan Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar di Bandung, Jawa Barat, 6 April lalu.
Bagaimana Badan Geologi melihat polemik penambangan di Pegunungan Kendeng Utara?
Bicara zona di ranah kegeologian, tidak ada istilah Pegunungan Kendeng Utara. Yang ada adalah Zona Kendeng di Selatan dan ada Zona Rembang. CAT Watuputih ada di Zona Rembang berdasarkan Fisiografi Pulau Jawa-Madura van Bemmelen 1949. Sementara di Kabupaten Rembang, ada satu pegunungan yang terdiri dari tiga bagian. Bagian paling kecil dan paling atas dinamakan Bukit Watuputih yang merupakan formasi batuan batu gamping terumbu; di bawahnya ada Formasi Bulu; dan ke bawah lagi disebut Formasi Batuan Ngerayong. Yang ramai dipersoalkan ada di Bukit Watuputih. Badan bukit itu seluruhnya batu gamping terumbu, yang paling bagus untuk bahan semen. Di Bukit Watuputih itu, sudah ada 18 Izin Usaha Pertambangan di sisi timur, yang sudah berlangsung sejak 1995-1996. Kavling PT Semen Indonesia ada di sebelah barat.
Apakah Bukit Watuputih masuk dalam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK)?Ada dua isu yang penting yaitu air dan batu gamping terumbu. Dalam batu gamping terumbu, pasti tumbuh karst, sesuatu yang unik karena menjadi tempat tatanan air, tempat indah, ada stalagtit dan stalagnit, flora fauna dalam gua, dan ada aliran sungai yang berpengaruh untuk masyarakat. Karena itulah ada aturan mengenai pengelolaan kawasan karst. Tahun 2000, Kementerian ESDM sudah membuat kebijakan mengenai kawasan karst yang mencakup ketentuan mengenai karst yang bisa dimanfaatkan dan mana yang tidak. Tapi Keputusan Menteri ESDM Nomor 1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst sudah mati karena ada UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Sehingga saat ini, merujuk Permen Nomor 17/2012 yang mengatur penetapan sebuah kawasan sebagai KBAK. Kami setuju dengan pendapat bahwa di Bukit Watuputih ada karst, tetapi kekuatan hukumnya belum ada. Jadi jika baru sebatas ditemukan karst tetapi belum ditetapkan sebagai KBAK, wilayah itu masih bisa lindung dan masih bisa budidaya. Kalau Zona Rembang atau Bukit Watuputih sudah KBAK, sudah pasti tidak boleh menambang.
Bagaimana sebuah kawasan karst dapat ditetapkan sebagai KBAK?Untuk menjadi KBAK, karst harus melalui proses. Dalam karst di Bukit Watuputih yang lokasinya lintas kabupaten, untuk dapat ditetapkan Menteri ESDM, harus berdasarkan usulan dari Pemprov Jawa Tengah. Kementerian ESDM enggak bisa
ujug-ujug menetapkan, harus ada usulan. Tujuan usulan tersebut adalah, karena yang mengetahui peruntukkan sebuah wilayah adalah pemerintah provinsi, apalagi tanah tersebut juga ada pemiliknya—bukan tanah negara seperti hutan. Sampai hari ini, belum ada usulan dari Pemprov Jateng untuk menjadikan Bukit Watuputih dan sekitarnya menjadi KBAK. Saat ini, ada lima KBAK di seluruh Indonesia yaitu KBAK Sukolilo (Pati, Gerobogan, dan Blora); KBAK Gunung Sewu (Yogyakarta dan Pacitan); Gombong di Kebumen; Pangkalan di Karawang; serta KBAK Langkat, Sumatera Utara.
Apa yang dilakukan Badan Geologi terkait polemik di Zona Rembang?Selama tahun 2014, walau bukan kewenangan kami, kami sudah memberi perhatian kepada Pemprov Jateng. Kami sudah meminta mereka hati-hati karena di situ ada air tanah dan kami minta mengikuti aturan terkait air tanah. Hanya sebatas itu. Selanjutnya kami menunggu jika diminta. Karena ini kewenangan daerah dan tidak ada persoalan dari sisi aturan, mereka berjalan. Setelah Agustus 2016, masuk ke KSP, kami mulai dilibatkan. Per Januari 2017, Kementerian ESDM diminta mencari aliran sungai bawah tanah di CAT Watuputih. Pada 15-24 Februari 2017 kami ke pegunungan di Zona Rembang.
Apa arti temuan tersebut?Untuk sementara ini, dengan metode hanya mencari indikasi di permukaan, belum bisa dinyatakan sebagai KBAK walaupun ada karst. Tetapi kami sudah diminta melakukan kembali kegiatan di Zona Rembang supaya tuntas. Kami akan melakukan kunjungan lagi. Memang saat kami ke lokasi, di CAT Watuputih tidak ada mata air, tapi ada di pinggir di formasi batuan lain yang lebih tua. Nah penduduk takut mata air ini hilang. Jadi nanti kami tidak hanya bergerak di Bukit Watuputih, tapi juga dari satu batuan ke batuan lain. Kami diminta melakukan kegiatan lebih komprehensif. Perlu dilakukan penelitian rinci baik geometri (melalui metode geofisika, telusur gua), hidrograf sungai (debit aliran sungai) dan hidrokimia yang bersifat series. Pengamatan dilakukan meliputi musim kering dan musim penghujan serta melakukan tracer untuk mengetahui arah aliran sungai bawah tanah.
Sebelum tanggal 15-24 Februari lalu, apakah Badan Geologi pernah meneliti Zona Rembang atau Zona Kendeng?Belum pernah. Karena kewenangan ada di provinsi. Kajian air tanah harus dilakukan di provinsi, kami hanya kunjungan saja.
Dalam Perda Kabupaten Rembang Nomor 14/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Rembang 2011-2031, Cekungan Watuputih merupakan kawasan lindung geologi berupa imbuhan air. Apakah tetap bisa ditambang?KBAK terkait tata ruang, kalau daerah imbuhan utama juga terkait tata ruang. Yang harus dilindungi adalah kawasan imbuhan atau kawasan resapan. Kalau sudah masuk kawasan lindung geologi dan di RTRW Kabupaten Rembang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung, tidak boleh diapa-apakan atas alasan apapun, tidak boleh dilanggar. Ada konsekuensi di PP Nomor 26/2008 dan UU Penataan Ruang. Cuma saya berpikiran, karena izin sudah keluar semua, saya kira pejabat setempat tahu bahwa itu sudah masuk kawasan lindung. Karena kami enggak mengkaji ke situ. Tugas Badan Geologi hanya memotret, izin bukan urusan kami. Dari potret kami, silakan nanti dikaitkan dengan pengambil kebijakan.
Bagaimana pendapat ilmiah Badan Geologi terhadap Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang sedang disusun KLHK bersama KSP?Kami tidak terlibat di KLHS. Hanya pernah dua kali diundang untuk memberi pandangan secara lisan. Kami bukan anggota penyusun.
Melihat situasi pro dan kontra saat ini, apa rekomendasi Anda terhadap rencana penambangan batugamping dan operasional pabrik PT Semen Indonesia?Mungkin dari pandangan kami, kalau untuk penambangan kan ada banyak parameter. Tetapi dari sisi kami, kami akan kembali turun ke lapangan, akan kembali ke Bukit Watuputih, ke pegunungan di Zona Rembang, ada tempat orisinil yang kami butuhkan. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai dua hal yaitu apakah karst di Bukit Watuputih masuk KBAK dan bagaimana sistem tata air tanah.
(rdk)