Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Suhardi Alius menjelaskan baku tembak detasemen khusus (Densus) 88 antiteror dengan terduga teroris di Tuban, Jawa Timur, pekan lalu. Suhardi mengatakan para terduga teroris mengancam keselamatan jiwa anggota Densus, sehingga terpaksa ditembak mati.
"Kalau mereka bersenjata, ada enggak opsi menyerah? Susah juga. Anggota dalam posisi terancam jiwanya. Kalau enggak ditembak, anggota yang mati," tutur Suhardi di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (10/4).
Baku tembak itu menyebabkan enam dari tujuh orang meninggal dunia. Sementara itu, satu orang lainnya diamankan dan teridentifikasi terkait jaringan teroris kelompok Jamaah Ansaru Daulah (JAD).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhardi mengatakan, pendekatan tangan besi tidak akan diambil apabila terduga teroris berkoordinasi dan tidak melawan aparat. Ia mencontohkan perlawanan terduga teroris di Banten, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Kelompok diduga teroris tak mau dihentikan anggota Densus 88. Sehingga mereka melawan dengan menabrakkan mobil kepada aparat. Akibatnya, aparat melepaskan tembakan dan menyebabkan satu orang tewas.
"Mari evaluasi secara obyektif. Kalau kemarin kan (Tuban) semua bersenjata. Petugas juga dalam posisi sulit. Ada prosedurnya. Untuk mengeluarkan perluru harus ada prosedur, apalagi menembak," ucap mantan Kabareskrim ini.
Perkara ini telah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo. Jokowi, kata Suhardi, memanggilnya langsung untuk mengetahui situasi aktual terkait hal ini. Setelah mendapat laporan, Jokowi berpesan agar BNPT harus meneruskan pola baik dalam mencegah dan menindak terorisme dan radikalisme di Indonesia.