Jakarta, CNN Indonesia -- Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menggeledah rumah istri terduga teroris di di Cilegon, Banten. Penggeledahan ini proses lanjutan setelah polisi menangkap sembilan terduga teroris jaringan kelompok teror yang memiliki koneksi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Penggeledahan rumah istri terduga teroris bernisial NK di Kampung Sukamantri, RT 14 RW 06, Desa/Kecamatan Kalapanunggal untuk mencari barang bukti," kata Kapolsek Kalapanunggal AKP Sumidjo di Sukabumi, seperti dilaporkan Antara.
Terduga teroris berinisial NK atau Nanang Kosim, Kamis kemarin diterjang peluru hingga tewas di Cilegon. Nanang menikahi YN (43), sejak dua bulan yang lalu.
Dalam penggeledahan di rumah YN, polisi tak menemukan barang-barang berbahaya. Namun, untuk kepentingan penyidikan, YN dibawa ke Mapolres Sukabumi di Palabuhanratu untuk dimintai keterangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hingga saat ini rumah YN masih dijaga ketat petugas dari Polsek Kalapanunggal dan Polres Sukabumi, penjagaan ini dilakukan untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.
Selain Nanang, polisi menangkap Achmad Supriyanto, dan Icuk Pamulang Abdul Majid. Mereka diduga bertransaksi senjata api di Nunukan dengan kelompok terduga teroris yakni Suryadi Mas'ud alias Abu Ridho, Bambang Eko Prasetyo, Mulyadi, dan Adi Jihadi. Keempatnya ditangkap di lokasi berbeda di Jawa Barat dan Banten, Kamis (23/3).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, Suryadi yang terkait dengan jaringan teror di Filipina bertransaksi senjata api dengan Nanang Kosim dan Andi Baso di Nunukan. Senjata yang berhasil dibeli Suryadi sebanyak 17 pucuk M16 dan 1 pucuk M14.
"Lima pucuk pistol sudah masuk terlebih dahulu ke Indonesia, yang melakukan transaksi adalah ZA di Sangire Talaud. Distribusi senpi tersebut 2 pucuk diserahkan untuk aksi teror Thamrin dan 3 pucuk ZA," kata Boy.
Boy menjelaskan hubungan Suryadi dengan kelompok teroris Filipina Selatan. Suryadi mendapat perintah dari terpidana mati kasus terorisme bernama Rois untuk membeli senjata api ke Filipina.
Dari perintah itu Suryadi keluar-masuk Filipina sebanyak tujuh kali untuk membeli senjata api dan berhubungan dengan pimpinan Anshor Daulah Filipina, Hapilon Isnilon. Kelompok Suryadi juga diduga terkait dengan aksi Bom Thamrin 2016.