Mengenal Sjamsul Nursalim, Bekas Tersangka Skandal BLBI

CNN Indonesia
Selasa, 25 Apr 2017 18:50 WIB
Sjamsul Nursalim menjadi obligor dengan persentase tertinggi mengemplang BLBI dari empat obligor penerima SKL. Hanya bayar Rp4,93 triliun dari Rp28,40 triliun.
Sjamsul Nursalim menjadi obligor dengan persentase tertinggi mengemplang BLBI dari empat obligor lain. Dia bayar Rp4,93 triliun dari total Rp28,40 triliun. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyebut Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) menjadi bank dengan persentase tertinggi tak melunasi utang melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yakni hanya membayar Rp4,93 triliun dari total Rp28,40 triliun.

Hal itu diungkapkan Fitra saat membandingkan BDNI dengan empat bank yang memperoleh Surat Keterangan Lunas (SKL). Dia menyatakan Sjamsul Nursalim, pemilik BDNI, menjadi salah satu dari lima obligor yang mendapatkan SKL dari pemerintahan Megawati Soekarnoputri pada 2002.

Dia juga memperoleh Surat Perintah Penghentian Penyedikan (SP3) dari Kejaksaan Agung pada 2004.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fitra menganalisis hal itu dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan keterangan Bank Indonesia (BI).

Kasus BLBI terjadi saat krisis moneter terjadi di Indonesia pada 1997—1998. Sejumlah bank memiliki saldo negatif akhirnya mengajukan permohonan likuiditas kepada BI saat itu, namun akhirnya disalahgunakan.

Total dana yang dikucurkan mencapai Rp144,53 triliun untuk sedikitnya 48 bank. Pada Januari 1998, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibentuk untuk menagih kewajiban para obligor.
BDNI yang dimiliki oleh Sjamsul Nursalim memiliki utang Rp28,40 triliun dan hanya mengembalikan Rp4,93 triliun. Fitra menyatakan sekitar 82,64 persen dana negara belum dikembalikan oleh bank tersebut, namun pemerintah sudah memberikan SKL.

Lainnya adalah BCA (Salim Group) dengan utang Rp52,72 triliun dan dibayar Rp19,38 triliun; Bank Umum Nasional (Muhammad Bob Hasan) dengan utang Rp6,18 triliun dan dibayar Rp1,72 triliun; Bank Surya (Sudwikatmono) dengan utang Rp1,88 triliun dan dibayar Rp713 miliar; serta Bank Risjad Salim International (Ibrahim Risjad) dengan utang Rp664,11 miliar dan dibayar Rp370 miliar.

Kejahatan Ekonomi Terbesar

Dibandingkan dengan BDNI, persentase pengembalian bank-bank tersebut mencapai 44 persen hingga 72 persen. Dari total utang yang dimiliki lima obligor itu yakni Rp89,87 triliun, persentase tak membayar utang itu mencapai Rp69,81 persen.

“Skandal BLBI,” kata Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto dalam keterangan yang dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (25/4), “Adalah kejahatan ekonomi besar sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.”
Dia menuturkan negara terancam merugi hingga Rp2.000 triliun dan menjadi 5.000 triliun pada 2033. Fitra menyatakan hal itu belum termasuk nilai guna dan nilai tambah dari aset yang seharusnya dikembalikan oleh para obligor dari SKL yang diperoleh mereka.

Fitra menyatakan selain BPK, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun melakukan audit terhadap BLBI. Audit itu dilakukan pada sepuluh bank beku operasi (BKO), 18 Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) dan menemukan sedikitnya 11 dugaan penyimpangan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER