Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo mengancam untuk mencabut izin perusahaan dengan konsesi lahan skala besar jika area tersebut ditelantarkan. Dia menegaskan pembagian lahan akan diprioritaskan kepada koperasi, desa dan masyarakat.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam pidato pengarahan di Desa Tebing Siring, Kecamatan Bajuin, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan pada Minggu (7/5). Dia menuturkan perusahaan selama puluhan tahun terus diberikan lahan skala besar yakni seluas 300.000 hektare-400.000 hektare.
Saat ini, dia menuturkan, pemerintah akan memberikan konsesi atau hak kelola hutan kepada desa, koperasi dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tapi hati-hati ada konsekuensi, yang diberi sama. Yang gede pun sama. Yang gede begitu saya lihat ditelantarkan cabut,” kata Presiden dalam situs Sekretariat Kabinet yang dikutip CNNIndonesia.com, Senin (8/5).
Walaupun demikian, Presiden juga mengatakan pihaknya akan mengecek hal serupa kepada masyarakat yang telah diberikan lahannya.
Jika tak produktif, maka pihaknya akan mencabut kembali izin pemberian lahan tersebut.
Terkait dengan lahan skala besar, dia mencontohkan lahan yang ada di Kalimantan Selatan mencapai 3,7 juta hektare. Namun, papar Jokowi, sekitar 828 hektare diberikan kepada perusahaan skala besar.
“Rakyat juga harus diberikan yang banyak, baik koperasi, baik desa baik individu. Rakyat harus diberikan yang sama, jangan yang gede-gede semuanya konsesi diberikan. Itu yang mau kita balik,” tutur Presiden.
Didominasi KorporasiSementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan penggunaan lahan hutan di Kalimantan Selatan masih digunakan untuk izin korporasi yakni mencapai 827.748 hektare.
Luas hutan di provinsi itu mencapai 1,78 juta hektare.
Oleh karena itu, sambungnya, pihaknya akan memprioritaskan Program Perhutanan Sosial guna pemerataan ekonomi. Hal itu, kata Siti, adalah agar masyarakat pun memperoleh pendapatan dari hal tersebut namun dengan menjaga fungsi kawasan hutan.
“Program perhutanan sosial berfungsi mendorong dan menyiapkan pemerataan ekonomi bagi masyarakat untuk produktif di mana masyarakat memperoleh pendapatan, namun sekaligus dengan tetap menjaga fungsi kawasan lindung,” kata Siti.
Terkait dengan konflik lahan, Koordinator Lapangan Masyarakat Adat Dayak Meratus Miso Putra Dayak sebelumnya mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat adat terkait dengan konflik perusahaan di Tanah Bumbu.
Dua perusahaan yang diduga terlibat konflik adalah PT Kodeco Timber dan Johlin Group.
Miso menyatakan konflik itu menyebabkan pengusiran dan penggusuran terhadap masyarakat adat karena klaim lahan milik perusahaan. Oleh karena itu, masyarakat Adat Dayak Meratus mendesak agar pemerintah segera memberikan perlindungan kepada warga di sana.
“Segera memberikan perlindungan kepada masyarakat adat dayak meratus, dengan tidak memberikan izin alih fungsi hutan menjadi industri perkebunan dan sebagainya,” kata Miso dalam keterangan pers. “Jika tidak, maka akan menjadi ancaman.”