Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan belum menerima surat panggilan terkait sidang gugatan praperadilan yang diajukan anggota DPR Miryam S Haryani. Miryam merupakan tersangka memberikan keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
"Informasi yang kami terima dari biro hukum, KPK belum menerima panggilan sidang tersebut," ujar Febri saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (8/5).
Kuasa hukum Miryam sebelumnya menilai KPK tak berwenang menggunakan pasal 22 juncto pasal 35 UU Tipikor tentang memberikan keterangan palsu untuk menjerat kliennya. Namun Febri menegaskan, lembaga antikorupsi pernah menjerat tersangka lain dengan pasal serupa dan ternyata terbukti di pengadilan.
Hal itu terjadi pada Muhtar Effendy, terpidana kasus keterangan palsu dalam sidang dugaan suap yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Menurut Febri, KPK juga menerapkan pasal 22 juncto pasal 35 UU Tipikor dalam surat dakwaan. Pada akhirnya, Mahkamah Agung menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Muhtar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa akhirnya dinyatakan bersalah sampai berkekuatan hukum tetap. Jadi keliru jika KPK disebut tidak pernah menggunakan pasal itu," katanya.
Kuasa hukum Miryam, Aga Khan sebelumnya menyatakan pengajuan gugatan bertujuan menguji pasal yang menjerat kliennya, apakah sudah sesuai prosedur atau belum. Menurutnya, KPK tak perlu buru-buru menyatakan berkas perkara kliennya lengkap atau P21. Sementara hari ini adalah sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Miryam di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Miryam ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menghalangi penyidikan kasus e-KTP. Saat bersaksi di persidangan, Miryam mencabut seluruh keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Ia mengaku mendapat ancaman dari penyidik KPK sehingga terpaksa memberikan keterangan asal-asalan dalam BAP.