Sidang Molor, Miryam Sebut Penetapan Tersangka KPK Dipaksakan

CNN Indonesia
Senin, 08 Mei 2017 12:07 WIB
Penasihat hukum Miryam S Haryani  menilai penetapan kliennya sebagai tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus korupsi proyek e-KTP dipaksakan.
Miryam S. Haryani saat diperiksa di Pengadilan Tipikor. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penasihat hukum Miryam S Haryani, Heru Andeska menilai penetapan kliennya sebagai tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang perkara korupsi proyek KTP elektronik cacat prosedural dan terkesan dipaksakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, kliennya didakwa dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Padahal, kata Heru, sesuai hukum acara yang diatur dalam Pasal 174 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berhak menyatakan benar tidaknya keterangan seseorang ada di majelis hakim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kami dari kuasa hukum ya menilai penetapan ini dipaksakan," kata Heru saat menghadiri sidang praperadilan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (8/5).

KPK sendiri pernah menggunakan pasal ini sebelumya dalam perkara Muhtar Effendy, terpidana kasus keterangan palsu dalam sidang dugaan suap yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Namun, kata Heru, penggunaan pasal tersebut diterapkan karena perkara pokok Muhtar sudah diputuskan.

"Tapi itu kan perkara utama udah putus. Udah tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Sedangkan ini perkara utamanya belum putus. Jadi belum bisa," ucapnya.

Tak Keliru

Sebelumnya, juru bicara KPK Febri Diyansah mengatakan institusinya tidak keliru menggunakan pasal ini untuk menjerat Miryam.

Sebagaimana dalam perkara Muhtar, KPK, kata dia juga menerapkan pasal 22 juncto pasal 35 UU Tipikor dalam surat dakwaan. Dikatakan Febri, Mahkamah Agung pada akhirnya menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Muhtar.

"Terdakwa akhirnya dinyatakan bersalah sampai berkekuatan hukum tetap. Jadi keliru jika KPK disebut tidak pernah menggunakan pasal itu," katanya.

Diketahui, agenda sidang perdana praperadilan Miryam digelar hari ini. Dari jadwal sidang pukul 09.00 WIB, hingga jam 11.26 WIB.

Miryam sendiri tidak hadir dan hanya diwakilkan oleh kuasa hukumnya. Sementara KPK tidak hadir karena belum mendapat surat panggilan dari PN Jakarta Selatan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER