Jakarta, CNN Indonesia -- Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) belum berniat membubarkan diri, meski Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah dipenjara atas kasus penodaan agama.
Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir berencana menggelar musyawarah terlebih dahulu dengan sejumlah perwakilan dari berbagai daerah untuk membicarakan nasib gerakannya ke depan. Sebab menurut Bachtiar, selama ini masyarakat ikut aktif dalam kegiatan gerakan yang dipimpinnya.
"Kami akan musyawarah dengan umat, karena belum ada satu pun yang kami resmikan, tetapi sudah membuka cabang di seluruh Indonesia," kata Bachtiar di Tebet, Jakarta, Rabu (10/5).
Bachtiar menjelaskan, GNPF-MUI selama ini tidak memiliki legalitas sebagai perkumpulan maupun organisasi kemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, gerakan tersebut bisa dibubarkan kapan pun tanpa melalui prosedur struktural di internal GNPF-MUI. Meski demikian, Bachtiar tetap ingin melakukan musyawarah.
"(Di daerah) sudah pada bikin kaus, sudah ingin legalitas macam-macam, tetapi kami di pusat pun enggak punya legalitas. Ini hanya sekadar panitia ad hoc," kata Bachtiar.
Bachtiar menegaskan, GNPF-MUI bukan gerakan politik dan tidak ingin menggiring massa simpatisannya di berbagai daerah ke ranah politik. Dia mengatakan, selama ini gerakan yang mereka bangun untuk membela surat Al-maidah:51.
"Enggak mungkin mereka tiba-tiba mau diajak ke politik praktis. Enggak semua," kata Bachtiar.
GNPF-MUI merupakan kelompok massa keagamaan yang diketuai Bachtiar Nasir, pimpinan Ar-Rahman Qur'anic Learning (AQL) Islamic Centre, Tebet, Jakarta Selatan.
Sejumlah pentolan Front Pembela Islam juga memegang jabatan strategis di GNPF-MUI. Dua di antaranya, Rizieq Shihab didapuk sebagai Ketua dewan Pembina, sementara Munarman didaulat sebagai Panglima.
GNPF MUI tampil ke muka umum menjelang Aksi Bela Islam pertama pada 14 Oktober 2016. Gerakan ini berada di garda terdepan mengkritisi tindakan Ahok yang menyitir Surat Al-maidah ayat 51 saat pidato di hadapan warga Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Aksi mereka itu membuat nama GNPF MUI berkibar di kalangan masyarakat, terutama Muslim, yang terusik dengan ucapan Ahok. GNPF MUI lalu memotori massa untuk melakukan aksi bela Islam lanjutan, seperti aksi 411, 212, 112, 313, dan 55.