Isu SARA di Pilkada Jakarta Bangkitkan Trauma Korban Mei 1998

CNN Indonesia
Sabtu, 13 Mei 2017 15:08 WIB
Spanduk bertuliskan 'Tolak Pemimpin Kafir' dan 'Anti-China' saat Pilkada DKI mencemaskan kelompok etnis Tionghoa.
Kelompok etnis Tionghoa berjalan di antara puing usai kerusuhan Mei 1998. (REUTERS/David Gray)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pilkada DKI Jakarta memberi dampak buruk bagi kelompok etnis dan penganut agama tertentu. Ujaran kebencian sarat perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menumbuhkan benih trauma di antara korban kerusuhan Mei 1998.

Hal itu disampaikan aktivis Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Rini Pratsnawati. Dia kerap menerima cerita kekhawatiran dari kelompok etnis Tionghoa yang takut kerusuhan Mei 19 tahun silam terjadi kembali selama pilkada lalu.

"Saya menerima keluhan dari teman-teman Tionghoa. Mereka merasa takut dan khawatir kejadian Mei '98 terulang lagi karena suasana waktu itu sudah menjurus ke sana," kata Rini kepada CNNIndonesia.com di Jakarta, Sabtu (13/5).

Rini mengatakan, para korban bercerita tentang keluarganya yang pergi ke luar negeri dan tidak kembali hingga saat ini karena ketakutan yang luar biasa saat 1998. Kini mereka dibayang-bayangi ketakutan yang sama ketika gejalanya mulai bisa dirasakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah korban 1998 dari etnis Tionghoa mencemaskan berita di media massa tentang sejumlah kelompok masyarakat yang menolak kaum pribumi. Rasa takut semakin memuncak ketika melihat langsung spanduk bertuliskan Tolak Pemimpin Kafir dan Anti-China. "Hal itu meresahkan mereka banget," kata Rini.

Meski demikian, kata Rini, pihaknya belum pernah menerima aduan resmi dari mereka yang merasa terancam. Sejumlah keluhan dan kecemasan itu didengar secara informal dari para korban yang sebagian besar kawan Rini.
Penjarahan toko milik etnis Tionghoa terjadi di tengah kerusuhan Mei 1998.Penjarahan toko milik etnis Tionghoa terjadi di tengah kerusuhan Mei 1998. (AFP PHOTO / CHOO YOUN-KONG)
Rini mengatakan, saat ini belum ada temannya yang berniat pergi atau pindah ke luar negeri. Mereka yang beretnis Tionghoa tidak mudah meninggalkan Indonesia karena sangat mencintai republik ini. Meskipun mereka kadang sedih karena merasa cintanya seperti dicampakkan.

"Enggak ada yang mau ke luar negeri. Mereka itu sangat mencintai Indonesia. Tetapi mereka merasa, kok sulit banget ya," lanjut Rini.

Pada Mei 1998 silam, kerusuhan terjadi di beberapa titik di Jakarta dan sejumlah kota besar lainnya. Kerusuhan itu berupa penjarahan wilayah pertokoan, kekerasan, dan pelecehan seksual terhadap golongan etnis Tionghoa.

Kerusuhan dipicu oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Ratusan perusahaan bangkrut, banyak orang kehilangan pekerjaan. Barang-barang kebutuhan pokok pun mahal karena nilai tukar rupiah yang merosot tajam.

Kelompok massa yang tidak tahan dengan kondisi itu, melampiskan emosinya kepada kalangan yang dinilai lebih mapan. Mereka menjarah pertokoan, sebagian besar milik enis Tionghoa, untuk mendapatkan barang-barang berharga untuk dijual kembali agar dapat menyambung kehidupan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER