Lilin Melawan Gelap Orde Baru di Taman Ismail Marzuki

CNN Indonesia
Sabtu, 13 Mei 2017 22:08 WIB
Persatuan Nasional Aktivis 1998 menyalakan lilin di Taman Ismail Marzuki sebagai bentuk perlawanan atas kegelapan Orde Baru yang belum terang hingga kini.
Nisan-nisan tampak dijejerkan diselingi lilin-lilin yang telah dinyalakan saat malam renungan 19 tahun reformasi 1998 di Taman Ismail Marzuki (TIM). Nisan tersebut merupakan simbol atas tragedi berdarah dan terbunuhnya sejumlah aktivis saat Orde Baru berkuasa. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nisan-nisan tampak dijejerkan diselingi lilin-lilin yang telah dinyalakan saat malam renungan 19 tahun reformasi 1998 di Taman Ismail Marzuki (TIM). Nisan tersebut merupakan simbol atas tragedi berdarah dan terbunuhnya sejumlah aktivis saat Orde Baru berkuasa.

Tertulis nama-nama korban yang terbunuh saat menuntut Presiden Soeharto turun dari tampuk kekuasaan yang digenggamnya selama 32 tahun. Ada pula nama korban penghilangan paksa yang tak tahu dimana rimbanya hingga sekarang.

Bukan hanya itu saja, tragedi kekerasan yang berujung jatuhnya korban dari rakyat biasa karena dianggap membangkang oleh Orde Baru, juga tertulis di nisan itu. Mulai dari peristiwa Tanjung Priok, Talangsari, hingga Kedung Ombo, deretan tragedi berdarah saat Pak Harto berkuasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita nyalakan lilin sebagai bentuk perlawanan atas kegelapan Orde Baru yang belum terang sampai saat ini," kata salah satu aktivis Reformasi '98 dari Universitas Nasional, Dodo saat memberikan sambutan di muka acara, pekan ini.


Acara ini dihelat oleh Persatuan Nasional Aktivis 1998 (Pena 98). Kegiatan yang sudah dibuka sejak Sabtu (6/5) pekan lalu itu, mengusung tema besar 'Melawan Kebangkitan Orde Baru'.

Ada sejumlah kegiatan yang sudah dilakukan selama hampir seminggu, mulai dari pameran 500 foto saat mahasiswa turun ke jalan-jalan Ibu Kota menuntut perubahan, hingga diskusi. Puncak acara malam ini digelar bertepatan dengan tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti 19 tahun lalu.

Dodo mengatakan, pihaknya berharap malam ini menjadi momentum agar pemerintah berani mengungkap tragedi berdarah selama Orde Baru yang belum terselesaikan.

Dia menyebut, musuh utama rakyat Indonesia hari ini adalah abainya pemerintah pada pengungkapan kasus-kasus pembunuhan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu.

"Musuh kita bukan agama, identitas atau semacamnya. Kita berharap ada keseriusan pengungkapan kasus-kasus pembunuhan dan pelanggaran HAM saat Orde Baru," kata dia.

Malam renungan 19 tahun reformasi pun diisi dengan orasi-orasi dari beberapa aktivis '98, musikalisasi puisi serta doa untuk para korban yang 'hilang' saat Pak Harto berkuasa.


Sementara itu, aktivis '98 lainnya dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Mustar Bona Ventura mengungkapkan, tanggal 12 Mei yang disebut sebagai Tragedi Trisakti, tak bakal dilupakan sebagai bagian catatan sejarah bangsa Indonesia.

"Buat saya dan teman-teman, [Tragedi Trisakti] gerakan nggak pernah kita lupakan. Catatan sejarah yang terus menerus selama perjalanan bangsa tetap ada," tutur dia.

Mustar mengungkapkan, lilin-lilin yang dinyalakan di tengah nisan-nisan yang bertuliskan nama korban hingga penembakan dan penghilangan paksa itu, sebagai simbol bahwa kasus mereka terus diingat dan diperjuangkan untuk diungkap.

"Lilin simbol keprihatinan, karena melupakan teman-teman yang gugur saat tragedi Trisaksi, teman-teman hilang belum ditemukan, meninggal kuburannya dimana?" ungkap dia.
Persatuan Nasional Aktivis 1998 menyalakan lilin di Taman Ismail Marzuki sebagai bentuk perlawanan atas kegelapan Orde Baru yang belum terang hingga kini.Persatuan Nasional Aktivis 1998 menyalakan lilin di Taman Ismail Marzuki sebagai bentuk perlawanan atas kegelapan Orde Baru yang belum terang hingga kini. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Isu SARA yang Mengkhawatirkan

Mustar menyebut, muncul kegelisahan dari beberapa pihak lantaran ada kemunduran pasca-reformasi 19 lalu. Keberagaman yang sudah menjadi keniscayaan Indonesia, kata dia, kini dikoyak-koyak menggunakan sentimen Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).

Menurut Mustar, situasi beberapa bulan ini yang mendengungkan sentimen SARA, serupa seperti yang terjadi saat Orde Baru berkuasa. Dia menuding, ada kelompok-kelompok yang menginginkan Orde Baru bangkit kembali menguasai Indonesia.


"Situasi mirip yang menciptakan isu SARA dan adu domba, mereka mau bangun dan menancapkan kukunya," tutur dia.

Mustar khawatir dengan gejala-gejala di tengah masyarakat yang dibenturkan menggunakan sentimen SARA sebagai awal mula kebangkitan rezim Orde Baru, yang menancapkan kuasanya hingga lebih dari tiga dekade.

“[Ini] Gejala kebangkitan orba, memanfaatkan isu agama, untuk kembali berkuasa," tandasnya.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER