Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur PT Melati Techofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah menyebut Ali Fahmi sebagai aktor utama kasus suap pengadaan alat pemantauan satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga Staf khusus Kepala Bakamla itu sejak awal ditengarai mengatur sejumlah proyek di Bakamla.
Hal ini disampaikan tim kuasa hukum Fahmi dalam sidang pembacaan pledoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5).
"Sudah sepatutnya pelaku utama dibebankan pada Ali Fahmi," kata kuasa hukum Fahmi, Setiyono.
Pernyataan ini berdasarkan sejumlah fakta persidangan yang menunjukkan Ali sebagai inisiator seluruh rangkaian pengadaan alat pemantauan satelit. Mulai dari syarat pengadaan proyek, menentukan imbalan untuk Bakamla sebesar 15 persen dari nilai proyek, sampai pada tahap penentuan teknis pengadaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali juga disebut sebagai orang yang berinisiatif menawarkan langsung proyek pengadaan itu ke PT MTI. Bahkan kedatangan Ali saat itu bukan sebagai staf khusus di Bakamla, namun atas nama pribadi yang menawarkan proyek pada Fahmi.
"Dia (Ali) menawarkan proyek dan meminta agar terdakwa mengikuti arahannya mengenai besaran persentase. Ali juga mengatakan akan bertanggung jawab sepenuhnya pada proyek tersebut," katanya.
Tim kuasa hukum juga menyoroti sikap Ali yang berulang kali mangkir dari panggilan jaksa di persidangan. Hal ini dinilai perlu menjadi pertimbangan majelis hakim sebelum menjatuhkan vonis pada Ali. Sementara kliennya dianggap telah bersikap terbuka dengan memberi keterangan secara jujur di muka persidangan.
"Ketidakmampuan penuntut umum menghadirkan Ali Fahmi dan tidak ada sprindik baru untuk menetapkannya sebagai tersangka perlu menjadi catatan penting," ujar Setiyono.
Dalam persidangan, Ali beberapa kali mangkir dari panggilan jaksa sebagai saksi. Jaksa bahkan telah mendatangi rumah dan menemui istri Ali. Namun istri Ali juga tak mengetahui keberadaan suaminya.
Nama Ali muncul dalam surat dakwaan sebagai pihak yang menawarkan PT MTI untuk 'main proyek' dalam pengadaan pemantauan satelit di Bakamla. Ia disebut meminta
fee sebesar 15 persen untuk memenangkan proyek tersebut.
Ali disebut menerima uang sebesar Rp24 miliar dari anak buah Fahmi yakni Adami Okta dan Hardy Stefanus pada Juli 2016 di Hotel Ritz Carlton Kuningan. PT MTI akhirnya ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan proyek pada 8 September 2016 dengan total anggaran Rp222,43 miliar.
Ali sampai saat ini belum berstatus sebagai tersangka dalam perkara ini. Beberapa kali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dimintai keterangan, namun ia tidak pernah datang.