Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Divisi Keuangan PT LEN Industri Yani Kurniati menyatakan perusahaannya rugi selama mengerjakan proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Kerugian ini terjadi karena pembengkakan biaya untuk membeli barang dalam beban produksi langsung dan tak langsung. Sementara anggaran yang diterima PT LEN saat itu sebesar Rp950 miliar.
"Secara sistematis kami rugi karena biaya membeli barang saja sudah menghabiskan 94 persen dari total anggaran atau sekitar Rp904 miliar," ujar Yani saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/5).
Yani mengatakan, proyek e-KTP merupakan proyek terbesar yang ditangani PT LEN dalam rentang waktu 2011-2013. Anggaran sebesar Rp950 miliar itu, katanya, digunakan pada pengerjaan proyek e-KTP tahap I pada tahun 2011 dan tahap II pada tahun 2012.
Jaksa penuntut umum sempat tak percaya bahwa anggaran sebesar Rp950 miliar itu tak cukup untuk membiayai proyek e-KTP. Namun Yani menjelaskan, total anggaran itu habis untuk beban produksi langsung sekitar Rp870 miliar dan beban produksi tak langsung sekitar Rp33,95 miliar. Jumlah itu belum termasuk alokasi biaya tetap sebesar Rp52 miliar dan beban bunga sebesar Rp22 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Total dari 2011 sampai 2012 itu sekitar Rp950 miliar sekian," katanya.
Sementara itu, mantan Koordinator Keuangan Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Indri Mardani mengatakan, lima perusahaan anggota konsorsium PNRI sempat patungan untuk pelaksanaan proyek e-KTP. Lima perusahaan tersebut yakni Perum PNRI, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, PT Sandipala Arthapura, termasuk PT LEN.
"Di awal masing-masing perusahaan patungan Rp100 juta," ujar Indri.
Tak lama kemudian pihaknya baru menerima kucuran dana dari pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri). Indri memastikan semua uang yang diterima dari Kemdagri diverifikasi terlebih dulu oleh konsultan hukum. Dia mengatakan, anggota konsorsium hanya berwenang mengirimkan data untuk kemudian dibayarkan oleh pihak Kemdagri.
"Kemdagri membayar melalui rekening tagihan. Itu nanti dihitung lagi oleh konsultan hukum," katanya.
Setiap pembayaran dari Kemdagri, lanjutnya, akan dipotong dua hingga tiga persen sebelum diterima di rekening konsorsium. Indri mengatakan, potongan tersebut digunakan untuk biaya manajemen bersama.
"Sepengetahuan saya potongan itu untuk biaya operasional manajemen bersama," tutur Indri.
Dalam sidang beragendakan pemeriksaan saksi itu, jaksa penuntut umum menghadirkan enam orang saksi yang berasal dari anggota pemenang konsorsium proyek e-KTP. Sementara satu saksi lainnya berasal dari pengacara Kemdagri, Mario Cornelio, yang kembali tak hadir di muka persidangan. Dalam sidang hari ini, penuntut umum masih meminta keterangan terkait perencanaan hingga pengadaan proyek e-KTP pada para saksi.