Komnas HAM Sebut Warga Saling Balas dalam Kasus Intoleransi

CNN Indonesia
Senin, 15 Mei 2017 20:40 WIB
Komnas HAM melihat ada kecenderungan warga di daerah membalas kasus yang di daerah lain. Misalnya dalam kasus penolakan warga Manado terhadap Fahri Hamzah.
Komisioner Komnas HAM Nur Kholis menyebut intoleransi merebak di sejumlah daerah. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melihat praktik intoleransi mulai menyebar ke sejumlah daerah. Hal itu, menurut Komisioner Komnas HAM Nur Kholis, terlihat dari kasus penolakan warga Manado atas kedatangan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pada Sabtu lalu.

"Sekarang ini kan ada kecenderungan saling balas begitu ya. Yang berkunjung ke sini enggak boleh, ada yang berkunjung ke sana enggak boleh," kata Nur Kholis di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/6).

Di luar masalah Fahri, kata Nur Kholis, kecendrungan intoleran terdapat di beberapa kota di Indonesia. Tanpa menyebutkan rinci kota-kota tersebut, Nur menyebut DKI Jakarta termasuk kota yang perlu mendapat perhatian serius terkait masalah intoleransi.
Menurut Nur Kholis, persoalan intoleransi di daerah menjadi tangguhjawab kepala daerah. Meski demikian Komnas HAM tetap berkomitmen membantu penanganan intoleransi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nuir Kholis mengatakan, dalam waktu dekat Komnas HAM akan mengundang 100 kepala daerah dari kabupaten/kota dan provinsi untuk menyatakan komitmen bersama menata kota yang ramah.

"Soal kriterianya, kami akan susun dalam waktu yang singkat," ucapnya.
Di Jakarta, sentimen SARA merebak selama Pilkada DKI Jakarta. Hal itu dengan mudah bisa dilihat di media sosial. Namun intoleransi dan kasus SARA di Indonesia tak hanya merebak selama Pilkada DKI Jakarta.

Dalam laporan tahunan tentang survei kondisi kebebasan beragama atau berkeyakinan selama 2016, Setara Institute mencatat, terjadi 208 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan sepanjang tahun lalu. Terdapat 270 tindakan pelanggaran kebebasan beragama yang tersebar di 24 daerah.
Dari jumlah itu, sebagian besar pelanggaran terjadi di Jawa Barat dengan 41 peristiwa, disusul DKI Jakarta dengan 31 peristiwa, dan Jawa Timur dengan 22 peristiwa.

Dari 270 tindakan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan, tercatat 140 tindakan pelanggaran yang melibatkan para penyelenggara negara sebagai aktor. Dan, 123 di antaranya dalam bentuk tindakan aktif, sementara 17 tindakan merupakan tindakan pembiaran.

Setara Institute menyebut, aktor non-negara yang paling banyak melakukan tindakan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan tertinggi adalah kelompok warga, diikuti organisasi masyarakat.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER