Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 60 calon komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) periode 2017-2022 menjalani uji publik selama dua hari, mulai kemarin dan hari ini. Salah satu peserta adalah Ketua Tim Advokasi Hukum Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah Zainal Abidin alias Zainal Petir.
Wakil ketua tim panitia seleksi Komnas HAM, Harkristuti Harkrisnowo, menyatakan uji publik memberikan kesempatan kepada publik untuk bertanya kepada para calon komisioner.
“Kami tidak dalam posisi bertanya karena ini dialog publik. Moderatornya juga berasal dari civil society dan akademisi, bukan dari panitia seleksi,” kata Hakristuti Hakrisnowo, dihubungi CNNINdonesia.com, Kamis (8/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakristuti mengatakan pansel akan memberikan kesempatan kepada publik untuk mempertanyakan ideologi calon komisioner, asalkan tidak menyinggung masalah suku, agama, ras dan antargolongan.
“Penilaian terhadap hukuman mati, diskriminasi, LGBT, semua masuk. Itu kan mencerminkan ideologi ya. Tapi itu tergantung yang bertanya,” kata dia.
Hakristuti mengatakan dari jawaban calon komisioner dalam uji publik, panitia seleksi akan mengambil penilaian.
Selain soal ideologi, panitia akan melihat jejak rekam pengalaman calon komisioner. "Kami juga melihat aktivitasnya selama ini, pengalamannya, perilaku di rumah dan di masyarakat. Banyak yang diperhitungkan," kata Hakristuti.
Seleksi komisioner Komnas HAM mendapat sorotan karena keikutsertaan Ketua Tim Advokasi Front Pembela Islam (FPI), Zainal Abidin alias Zainal Petir.
"Orang boleh saja mengaitkan pendaftaran saya dengan kasus yang belakangan ini dialami FPI. Tapi saya sebagai warga negara punya hak untuk menjadi pejabat publik," kata Zaenal yang tercatat sebagai lulusan Magister Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, tahun 2012.
FPI kerap menuai protes karena melakukan berbagai aksi yang tidak mengindahkan HAM, di antaranya menolak pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi 24 Maret lalu.
FPI juga pernah melakukan pemukulan kepada masa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang sedang memperingati hari lahir Pancasila di Monas pada 1 Juni 2008 silam. Akibat aksinya tersebut, puluhan orang terluka parah dan harus diberi perawatan intensif.
Tak jarang FPI membubarkan kegiatan bersifat akademik dan menuai protes dari berbagai kalangan. FPI pernah membubarkan paksa acara bedah buku Karangan Irshad Manji yang berjudul Allah, Liberty & Love: Suatu Keberanian Mendamaikan Iman dan Kebebasan, pada 4 Mei 2012 di Komunitas Salihara, Pejaten, Jakarta.
Pada 7 Februari 2014, FPI juga membubarkan acara bedah buku Tan Malaka Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia di kampus Universitas Airlangga, Surabaya. Selanjutnya pada 10 Mei 2016 FPI menyetop kelas diskusi pemikiran Karl Marx di kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), Bandung.
Selain itu FPI juga kerap menuai protes karena melakukan aksi kekerasan dalam razia di beberapa tempat makan di saat bulan Ramadan.