'Indonesia dan Mesir Mirip soal Paham Radikal'

CNN Indonesia
Sabtu, 20 Mei 2017 13:00 WIB
Mesir dan Indonesia dinilai memiliki kesamaan dalam upaya menanggulangi terorisme, hingga upaya deradikalisasi.
Ilustrasi (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mesir dan Indonesia dinilai gagal dalam mengatasi kekerasan yang berujung pada terorisme melalui pelbagai program deradikalisasi. Kedua negara itu dianggap memiliki kemiripan soal gerakan radikal dan upaya mengatasinya.

Hal itu disampaikan pemimpin redaksi Al Ahram Mohamed Aboel Fadl usai acara Jakarta Geopolitical Forum 2017 yang berlangsung pada Sabtu (20/5). Salah satu kesamaannya adalah paham radikalisme yang masuk secara mendalam ke pikiran masyarakat, terutama di kalangan masyarakat miskin. Persamaan lainnya adalah cara mengatasi paham tersebut dengan tiga hal yakni kekuatan militer, program deradikalisasi dan pendidikan.

Khusus upaya deradikalisasi, yakni mengembalikan cara pikir yang moderat dan toleran, ia menilai program itu tak sepenuhnya berhasil baik Mesir maupun Indonesia.
“Deradikalisasi baik di Mesir dan Indonesia tak sepenuhnya berhasil. Setelah deradikalisasi di penjara, mereka keluar ternyata kambuh lagi,” kata Fadl dalam jumpa pers tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Mesir, pemerintah berupaya melumpuhkan gerakan Ikhwanul Muslimin [yang dicap sebagai teroris], serta beberapa kelompok lain di kawasan Semenanjung Sinai. Di Indonesia sendiri, pemerintah berhasil melumpuhkan salah satu tokoh gerakan Mujahidin Indonesia Timur, yakni Santoso pada 2016.

Fadl menuturkan yang harus dilakukan saat ini adalah melalui pendidikan di antaranya dengan penataan kurikulum. Dengan kurikulum itu, sambung Fadl, toleransi dapat ditanamkan bagi masyarakat untuk menangkal paham radikal.
“Harapan melalui pendidikan itu dapat menghilangkan radikalisme keseluruhan. Karena deradikalisasi dan kekuatan sampai sekarang belum sukses,” papar Fadl.

Di Indonesia sendiri, salah satu upaya deradikalisasi dilakukan oleh pelbagai kalangan, terutama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Anak-anak wilayah konflik

Sementara itu, Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones, mengatakan yang harus dipikirkan adalah ribuan anak-anak baik di daerah konflik di Suriah maupun di Indonesia yang diduga terpengaruh dengan paham ISIS.

Salah satunya, karena mereka tak mendapatkan pendidikan dengan baik.

Dia mencontohkan salah satunya adalah keluarga dari Suriah yang dideportasi dari Turki. “Harus memikirkan bagaimana sekolah mereka, agar mereka bisa diintegrasikan,” kata Jones.

Ribuan anak-anak pengungsi Suriah, kata Jones, tak punya akses ke pendidikan yang baik sehingga di masa depan, mereka dikhawatirkan bisa dengan mudah terpengaruh paham radikal. Dan oleh karena itu, Jones menyatakan, harus ada intervensi dari negara mengenai hal tersebut.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER