Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara yang tergabung dalam
Civil Liberty Defenders (CLD) mendesak Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mencabut maklumat tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang dikeluarkan pada 1 Juli 2016.
Maklumat itu dikeluarkan saat Polda Papua dipimpin oleh Irjen Paulus Waterpauw. Maklumat itu membatasi sejumlah organisasi untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
"Kami minta pada kapolda Papua baru, dengan hormat untuk cabut maklumat itu. Karena maklumat itu berkaitan dengan kebebasan ekspresi masuarakat Papua di tanah Papua," kata Pengacara CLD, Uchok Sigit kepada wartawan di kantor LBH Pers, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uchok menjelaskan, maklumat tersebut dikeluarkan untuk menyasar tiga subjek utama. Pertama, ditujukan pada masyarakat Papua yang ingin menyampaikan pendapat di muka umum.
Kedua, pada organisasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Parlemen Rakyat Daerah (PRD), Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan United Liberation Movement For West Papua (ULMWP).
Terakhir, ditujukan para seluruh aparatur pemerintah dan penegak hukum agar mengawal segala kegiatan menyampaikan pendapat.
Menurut Uchok, maklumat tersebut tidak sesuai untuk dikeluarkan di Indonesia. Sebab menyampaikan pendapat di muka umum dilindungi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan pendpat di Muka Umum.
"Ada pembatasan. Masyarakat tidak boleh melakukan aksi bersama kelompok yang dituju. Kelompok itu disebutkan adalah kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Padahal belum ada keputusan hukum inkracht yang mengatakan kelompok tersebut melakukan makar," kata Uchok.
Uchok melihat maklumat tersebut telah melanggar Peraturan Kepala Polri Nomor 15 Tahun 2007 tentang Naskah Dinas di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia.
Pada pasal 1 ayat 15 dan pasal 18 ayat 1, dijelaskan bahwa maklumat bersifat pemberitahuan yang hanya berlaku bagi internal kepolisian.
Maklumat itu, juga melanggar penjelasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) butir ketiga huruf c yang menjelaskan asas praduga tak bersalah.
Lewat maklumat itu, kata Uchok, polisi mengatakan organisasi tersebut ingin memisahkan diri dari Indonesia tanpa dasar hukum.
Selain itu, maklumat tersebut juga melanggar kebebasan berekspresi yang dijamin oleh yang dijamin dalam Pasal 28 F UUD 1945.
Dalam pasal itu dijelaskan, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
"Kami melihat polisi yang jadi pintu masuk penagak hukum tidak mengerti peraturan dasar maklumat itu dan efek yang terjadi pengekangan. Masyarakat dibatasi, surat pemberitahuan ditolak dan bahkan ada yang ditangkap saat memberikan surat pemberitahuan," kata Uchok.
Salah satu poin Maklumat 1 Juli 2016 menyebutkan: dalam pelaksanaan menyampaikan pendapat di muka umum dilarang menghasut masyarakat, menggunakan simbol/atribut separatisme dan/atau mengajak masuk menjadi kelompok separatisme, seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Parlemen Rakyat Daerah (PRD), Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Tentara Pembebasan Nasional (TPN) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang nyata-nyata menentang dan bermaksud memisahkan diri dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mengantisipasi adanya muatan-muatan politis dari kelompok separatisme dimaksud.
Ribuan Orang Ditangkap
Berdasarkan data CLD, ada sekitar 2.282 orang ditangkap oleh Polda Papua selama kurun waktu Maret hingga April 2017. Selain ditangkap saat melakukan demo, ada juga orang yang ditangkap saat melakukan aksi damai dengan berdoa.
"Mereka ditangkap dengan tujuan membubarkan setalah itu dilepas. Yang jadi perhatian kami penangkapan sewenang-wenang," kata Uchok.
Selain itu, menurut CLD ada 4.996 masyarakat Papua yang ditangkap selama 2016.
Jumlah itu merupakan total dari penangkapan masyarakat Papua di Papua, Jakarta, Jogja dan Malang.
Pengacara CLD lainnya, Tigor Hutapea menyampaikan hal serupa. Ia meminta Boy mencabut maklumat tersebut dan akan menumpuh jalur hukum bila dalam waktu tujuh hari maklumat tersebut tidak dicabut.
"Kami dari CLD dan LBH Pers melakukan somasi kepada Boy untuk segara cabut maklumat kemudian berikan jaminan masyarakat Papua untuk menyampaikan pendapat tanpa ada batasan. Jangan sampai kapolda baru langgengkan kesalahan kapolda sebelumnya," kata Tigor.