Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan meminta Presiden Joko Widodo menjelaskan soal keinginannya melibatkan TNI dalam memberantas terorisme. Peranan tentara itu tengah diupayakan masuk revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Presiden perlu menjelaskan apa maksud dari keinginannya untuk memasukkan tentang pelibatan TNI dalam revisi UU anti terorisme," kata salah satu anggota koalisi Asep Komarudin di Kantor Imparsial, Jakarta, Selasa (30/5).
Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Lembaga Bantuan Hukum Pers itu mengatakan, seharusnya presiden mempertimbangkan aturan hukum yang sudah ada. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah mengatur pelibatan tentara dalam memberantas terorisme dengan operasi militer selain perang.
"Mengacu pada pasal (7 UU TNI) itu sebenarnya presiden sudah memiliki otoritas dan landasan hukum yang jeias untuk dapat melibatkan militer dalam mengatasi terorisme sepanjang ada keputusan politik negara," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, pada praktiknya TNI telah terlibat dalam penganganan terorisme seperti yang terjadi dalam operasi perbantuan di Poso.
Peristiwa bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, mendorong RUU anti-terorisme dibahas kembali. Jokowi meminta DPR mempercepat pembahasan revisi tersebut dan meminta TNI dilibatkan dalam penanganan terorisme.
Koalisi menilai, pengaturan keterlibatan TNI dalam RUU Anti-terorisme menunjukkan minimnya mekanisme hukum yang akuntabel lantaran sudah ada UU yang mengatur keterlibatan TNI dalam menangani teroris.
Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf selama ini telah bertemu dengan fraksi Golkar, PKS dan PPP untuk menyampaikan pandangan koalisi terkait revisi kebijakan tersebut. Kala itu tiga fraksi memiliki pandangan yang sama. Mereka tidak ingin melibatkan TNI dalam penanganan terorisme.
Pekan depan, piihaknya akan kembali melobi sejumlah fraksi agar sependapat dengan koalisi masyarakat sipil. Ia berharap fraksi yang sudah sependapat tidak berubah pikiran. Mereka juga siap mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi bila pelibatan TNI dalam penanganan terorisme disahkan lewat RUU Anti-terorisme.
"Uji materi ke MK akan menjadi pilihan terakhir. Sebagai ruang mengkritisi dan mengadvokasi jika UU ini gol," kata Al Araf.
Sementara, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon tidak keberatan dengan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Namun, dia berharap TNI tidak bergerak sendiri dan harus berkoordinasi dengan lembaga lain seperti Detasemen Khusus 88 serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Ya, tentu harus sinergis dalam satu koordinasi. Misalnya dengan BNPT atau yang lain," kata Fadli di Kantor DPP Partai Perindo, Jakarta.
Fadli yakin TNI mampu berperan dalam penyelesaian kasus terorisme. Meski begitu, dia berharap TNI menggunakan tim khusus yang telah terdidik serta memiliki keahlian khusus di bidang penindakan terorisme. Hal itu dinilai perlu agar tidak ada salah penindakan di lapangan.
"Harus memanfaatkan satuan-satuan yang memang mempunyai keahlian di bidang itu," lanjut Fadli.