Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan alasan diaturnya tindak pidana korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Menurut Yasonna, hal ini bertujuan untuk membangun sistem hukum pidana yang baik dan benar. Sebab, tindak pidana korupsi sebagai lex specialis memerlukan lex generalis atau core crime dalam hukum pidana. "Tidak mungkin lex specialis kalau tidak ada lex generalisnya. Ini kan pemahaman, acara melihat yang seolah-olah dimasukkan ke situ seolah kewenangan KPK enggak ada. Enggak ada dong begitu," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/6) malam.Dengan demikian, Yasonna sekaligus membantah bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kehilangan kewenangannya lantaran tindak pidana korupsi diatur dalam KUHP. Sebab, aturan itu disebut tidak akan menghapus sifat lex specialis KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Justru dengan KUHP yang baru, kita tambah hasil konvensi tentang beberapa tindak pidana korupsi yang sebelumnya tidak ada, yaitu misalnya memperdagangkan pengaruh," ujarnya. Politikus PDIP itu menyontohkan, aturan serupa juga dialami lembaga lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang kewenangannya tidak akan hilang meski tindak pidananya diatur di KUHP.
"Kecuali dengan UU ini kewenangan yang bersifat khusus dari KPK, BNN, BNPT akan hilang. Itu baru lah ribut sedunia. Ini kan enggak. Namanya ini kodifikasi, terbuka" kata Yasonna.Sebelumnya, sempat terjadi perdebatan panjang antara KPK, pemerintah, dan DPR dalam memutuskan masuknya delik tindak pidana korupsi dalam KUHP. Kepala Bagian Litigasi dan Nonlitigasi KPK, Evi Laili Cholis tidak setuju dengan keputusan pemerintah dan DPR lantaran khawatir UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK akan kehilangan lex specialisnya. Namun, Ketua Panja RUU KUHP Benny K. Harman menilai kekhawatiran KPK kurang berdasar. Sebab, menurutnya, dalam pembahasan tindak pidana korupsi di RUU KUHP, DPR dan pemerintah justru hendak melengkapi UU KPK yang belum menyertakan seluruh tindak pidana yang disebutkan dalam United Nation Convention Against Corruption (UNCAC).