Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran mendesak, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk mengubah masa pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan menjadi setelah bulan ramadan. Perubahan dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi untuk kepentingan Tunjangan Hari Raya.
Deputi Sekjen Fitra Apung Widadi mengatakan, pembahasan APBD Perubahan selalu dijadikan bancakan bagi anggota DPRD meminta jatah THR dari Dinas. Padahal, ia menilai, anggaran THR sudah dialokasikan oleh Kementerian Keuangan.
"Mendagri perlu mengimbau menghentikan proses dan dilanjutkan setelah lebaran agar tidak ada transaksional dalam pembahasan APBD tersebut," ujar Apung dalam rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (18/6).
Apung menuturkan, berdasarkan data, KPK telah melakukan beberapa kali operasi tangkap tangan yang melibatkan anggota DPRD, di antaranya terhadap Ketua DPRD Mojokerto Purnomo, Ketua Komisi B DPRD Jatim Bambang Heriyanto, hingga Ketua DPRD Riau Suparman. Ketiganya ditangkap berkaitan dengan korupsi pembahasan APBD Perubahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, KPK juga pernah sempat meringkus Rudi Rubiandini karena terkait suap THR bagi sejumlah anggota Komisi VII DPR pada 2013. Serta meringkus pengacara OC Kaligis karena menyuap Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan dalam kasus serupa pada 2015.
Selain mendesak Mendagri, Apung juga berharap ulama terlibat dalam pencegahan korupsi APBD bagi kepentingan THR. Ia berkata, ulama harus mengingatkan agar para pejabat tidak menerima THR yang bersumber dari uang haram dan tidak hidup bermewah-mewahan.
"Para ulama harus turun gunung saat ramadan ini mengkampanyekan antikorupsi. Jangan kotori bulan suci dengan korupsi THR. Politikus harus diajari cara hidup sederhana, tidak usah gengsi," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus Korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengalihan anggaran pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mojokerto Tahun 2017.
Keempatnya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Tersangka Umar Faruq, dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani.
Dalam OTT itu, KPK menyita uang senilai Rp470 juta. Uang itu merupakan pemberian kedua dari total komitmen fee senilai Rp500 juta atas total nilai proyek di Dinas PU senilai Rp15 miliar.
Wakil KPK Saut Situmorang mengatakan pengawasan di tingkat pemerintah daerah (Pemda) masih sangat lemah. Hal itu ia sampaikan menyusul kasus korupsi yang menjerat pimpinan DPRD Mojokerto dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Mojokerto. Menurut Saut, pemerintah daerah telah mengalami krisis pengawasan.
"Ini merupakan gambaran adanya ketidakstabilan dan ada check and balance yang sangat lemah dikalangan pemerintah daerah. KPK akan terus bekerja untuk melihat ini di daerah-daerah lain," kata Saut saat jumpa media di kantor KPK, Sabtu (17/6).