Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi mengakui telah menerima suap terkait proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla.
Atas pengakuan itu, Eko memohon agar majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman seringan-ringannya berdasarkan fakta persidangan. Ia juga mengajukan diri sebagai
justice collaborator.
"Uang yang saya terima seluruhnya sudah saya serahkan ke negara. Oleh karenanya saya mohon keringanan hukuman dari tuntutan yang dibacakan JPU," ujar Eko saat membacakan pledoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/6).
Eko menuturkan, uang itu ia terima dari Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah melalui dua anak buahnya, Adami Okta dan Hardy Stefanus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uang dari Fahmi diterima secara bertahap, masing-masing senilai US$10 ribu, €10 ribu, Sin$100 ribu, dan US$78.500.
Eko mengatakan, penerimaan suap itu bermula ketika Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo menyampaikan ada
fee 7,5 persen bagi Bakamla dalam proyek tersebut.
Eko kemudian diminta membagi 2 persen dari
fee tersebut untuk diserahkan pada pejabat Bakamla lainnya, yakni Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo dan Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, masing-masing 1 persen atau sebesar Rp1 miliar
Eko sebelumnya dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum. Dalam perkara ini, Fahmi Darmawansyah sebagai pihak penyuap telah divonis 2,8 tahun penjara.
Sementara dua anak buahnya, Adami Okta dan Hardy Stefanus, divonis 1,5 tahun penjara. Suap itu diberikan Fahmi melalui Adami dan Hardy agar perusahaannya menggarap proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla.