Pansus Angket KPK: Polisi Bisa Bikin Peraturan Panggil Miryam

CNN Indonesia
Rabu, 21 Jun 2017 00:41 WIB
Pansus hak angket KPK menilai Polri bisa mengeluarkan peraturan untuk mengakomodasi pemanggilan paksa tersangka Miryam S. Haryani.
Pansus hak angket KPK menilai Polri bisa mengeluarkan peraturan untuk mengakomodasi pemanggilan paksa tersangka Miryam S. Haryani. (Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi menilai, Polri dapat mengeluarkan surat edaran atau Peraturan Kapolri (Perkap) untuk mengakomodasi pemanggilan paksa tersangka pemberi keterangan palsu Miryam S. Haryani.

Wakil Ketua Pansus Angket KPK Risa Mariska mengatakan, surat edaran atau Perkap dapat menjadi turunan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang mengatur pemanggilan paksa untuk membantu pansus.

"Dengan menerbitkan Perkap atau Surat Edaran oleh Kapolri, maka Polri dapat membantu memanggil pihak yang dinilai perlu dipanggil Pansus Angket KPK," kata Risa dalam pesan singkatnya, Selasa (20/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Risa berpendapat, hak angket sebagai bagian penyelidikan politik, merupakan lex specialis yang diatur dalam UU MD3. Sehingga, hak angket sendiri disebut tidak menyentuh ranah pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Hak Angket sebagai wujud mekanisme pengawasan oleh legislatif bukan merupakan ranah pro justicia," ujarnya.

Dengan demikian, menurut Risa, pansus angket KPK akan menghasilkan rekomendasi berbeda dengan putusan pengadilan yang berujung pada vonis.

Secara terpisah, anggota Pansus Angket KPK Arsul Sani menyebut bahwa pernyataan Kapolri, yang menolak memanggil paksa Miryam karena tidak ingin mencampuri proses hukum pro justicia, merupakan kesimpulan yang terlalu dini.

"Kesannya yang disampaikan Kapolri ini prematur, wong DPR nya saja belum meminta secara resmi agar Polri melakukan pemanggilan paksa," kata Arsul melalui pesan singkat.

Arsul menyarankan agar Kapolri mempelajari risalah pembahasan UU MD3 khususnya Pasal 204 dan 205 yang mengatur tentang pemanggilan paksa. Menurutnya, pasal itu telah jelas dibahas pada Kapolri era Sutarman.
"Saya yakin kalau Kapolri berdiskusi dengan semua pihak yang terlibat dalam proses pembahasan UU MD3, khususnya terkait pasal tersebut, maka beliau tidak akan cepat-cepat berkesimpulan bahwa norma atau rumusan dan prosedur soal pemanggilan paksa ini tidak jelas," katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian merujuk pada Pasal 204 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD, dan DPRD (MD3) terkait penolakan membantu pansus dalam pemanggilan paksa Miryam.

Tito menyebutkan, di pasal itu tidak diatur secara jelas perihal hukum acara pemanggilan seseorang dalam pansus angket.

"Kalau ada permintaan teman-teman DPR untuk panggil paksa kemungkinan besar tidak kami laksanakan karena ada hukum acara yang belum jelas di dalam undang-undangnya," kata Tito di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Tito tak memungkiri, sebelumnya Polri pernah memenuhi permintaan pansus untuk menghadirkan paksa seseorang yang mangkir dari panggilan di DPR. Namun, kata Tito, upaya menghadirkan paksa seseorang sama saja dengan perintah membawa atau penangkapan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER