Hary Tanoe Tak Pernah Terima Surat Soal Penetapan Tersangka

CNN Indonesia
Kamis, 22 Jun 2017 10:57 WIB
Kata Kuasa Hukum Hary Tanoesoedibjo, Adi Dharma, kliennya tak pernah menerima SPDP yang berisi tentang penetapan status Hary sebagai tersangka kasus SMS gelap.
Hary Tanoesoedibjo Belum Pernah Menerima Surat Apapun yang Terkait Statusnya Dalam Kasus Dugaan SMS Gelap. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa Hukum terlapor kasus dugaan SMS gelap Hary Tanoesoedibjo, Adi Dharma menyatakan kliennya belum pernah menerima salinan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).

"Sampai hari ini, detik ini, kami belum pernah menerima surat apapun. Kami tidak tahu," kata Adi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/6).
Sebelumnya, pelapor kasus dugaan SMS gelap yang juga Kepala Subdirektorat Penyidik di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto mengaku sudah menerima SPDP kasus yang ia laporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, tahun 2016 silam itu.

Bahkan, Yulianto mengatakan dalam SPDP tersebut juga disampaikan bahwa Hary Tanoesoedibjo telah ditetapkan sebagai tersangka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sudah mendapatkan SPDP-nya, di mana di dalam SPDP itu sudah ditetapkan Hary Tanoe sebagai tersangka," kata Yulianto.

Yulianto pun mengatakan, SPDP ini kemudian menjadi dasar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memberikan pernyataan bahwa polisi telah menetapkan Hary sebagai tersangka.

Adi menilai, kasus dugaan SMS gelap itu bernuansa politis. Seharusnya, kliennya juga menerima SPDP bila memang telah dikirimkan.

"Putusan MK nomor 130 terkait pemeriksaan, disebutkan bahwa SPDP dikirimkan ke dua pihak, terlapor dan pelapor," kata dia. "Sampai saat ini kami belum terima salinannya."

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 berisi tentang putusan uji materiil ketentuan Pasal 109 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam putusan itu, MK menyatakan pemberian SPDP tidak hanya diwajibkan terhadap jaksa penuntut umum akan tetapi juga terhadap terlapor dan korban/pelapor.
Adi berpendapat, kasus dugaan SMS gelap ini terlalu dipaksakan. "ini abuse of power, publik bisa melihatnya," kata dia.

Karena itulah, dia rencananya akan mendatangi komisi III DPR untuk mengadukan tentang kasus ini. "Nanti kami ke DPR," katanya.

Rekayasa Politik
Kuasa Hukum Hary Tanoesoedibjo lainnya, Hotman Paris Hutapea mengatakan kasus SMS gelap dan Dugaan Korupsi restitusi pajak Mobile-8 yang melibatkan kliennya merupakan sebuah rekayasa politik.

Rekayasa politik itu, menurut Hotman dilakukan salah seorang petinggi partai politik. "Saya tidak sebut partainya," kata dia.

Dalam kasus dugaan SMS gelap misalnya. Kata Hotman, itu adalah sebuah lelucon.

"Pembantu saya sama sopir saya juga tahu kalau SMS yang dikirim itu bukan ancaman," kata Hotman kepada CNNIndonesia.com.

SMS bernada ancaman dari Hary Tanoe berawal ketika Yulianto menerima pesan singkat dari nomor yang tak ia kenal pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB. Kejagung ketika itu, tengah menyelidiki perkara pajak yang diduga melibatkan perusahaan Hary Tanoe.

Isi pesan itu: Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."

Ketika diperiksa Bareskrim Polri, 12 Juni silam, Hary mengakui telah mengirim pesan singkat kepada Yulianto. Namun, dia menegaskan, SMS itu bukan berisi ancaman.

Hotman mengatakan, dia siap menghadapi permasalaha hukum yang melibatkan kliennya. "Apapun akan saya hadapi," kata Hotman.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER