Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri masih merahasiakan status bos PT Media Nusantara Citra (MNC) Hary Tanoesoedibjo dalam kasus pesan singkat (SMS) gelap untuk Kepala Subdirektorat Penyidik di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto dan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Brigadir Jenderal Fadil Imran menolak memberikan informasi tentang status Hary dalam kasus yang penyelidikannya telah berjalan lebih dari satu tahun tersebut.
"Terkait hal itu (kasus Hary) tunggu tanggal mainnya. Itu akan dijelaskan dalam waktunya sendiri," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Fadil belum memberikan informasi apa pun perihal status Hary hingga berita ini diturunkan.
Di tempat terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Agung Noor Rahmad mengatakan, pihaknya telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus SMS gelap yang dilakukan Hary kepada Yulianto.
Dalam SPDP bernomor B.30/VI/2017/Ditipidsiber yang diterima Kejaksaan Agung itu, Noor menuturkan, nama Hary telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Tanggal 15 Juni 2017 Bareskrim kirim SPDP atas nama tersangka HT," kata Noor di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Namun, kuasa hukum Hary, Adi Dharma, menyatakan pihaknya belum pernah menerima salinan SPDP. Dia pun menilai, kasus dugaan SMS gelap bernuansa politis. Seharusnya, kliennya juga menerima SPDP bila memang telah dikirimkan.
"Sampai hari ini, detik ini, kami belum pernah menerima surat apapun. Kami tidak tahu," kata Adi kepada CNNIndonesia.com.
Kasus dugaan pesan singkat bernada ancaman ini bermula ketika Yulianto menerima pesan singkat dari nomor yang tak ia kenal pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB.
Isi pesan itu, "
Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."
Mulanya, Yulianto mengabaikan pesan tersebut. Namun, pesan serupa dengan tambahan sejumlah kalimat kembali menghampiri ponsel Yulianto pada 7 dan 9 Januari 2016. Kali ini, pesan tersebut dikirimkan melalui aplikasi tukar pesan, WhatsApp.
Tambahan pesan yang dikirim dari nomor ponsel yang sama itu berbunyi, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju."
Setelah ditelusuri, Yulianto meyakini bahwa pesan singkat itu dikirim oleh Hary. Dia pun langsung melaporkan Hary ke Siaga Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Laporan Polisi (LP) Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.
Menanggapi laporan itu, Hary justru melaporkan balik Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dan Yulianto ke Bareskrim. Laporan itu dibuat karena Prasetyo dan Yulianto menyebut pesan singkat Hary kepada Yulianto adalah ancaman.
Hary melaporkan keduanya dengan sangkaan melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik, Fitnah, dan Keterangan Palsu serta Pasal 27 ayat (3) UU ITE.